Monday, April 30, 2012

DAUN PAKIS

Pakis atau Paku, merupakan tumbuhan yang tidak asing lagi bagi kita semua. Ada ribuan jenis paku bahkan hasil pengamatan para ahli diperkirakan 3.000 dari 10.000 jenis pakis di dunia ternyata terdapat di Indonesia. Tumbuhan paku tersebar di seluruh bagian dunia, kecuali daerah bersalju abadi dan daerah kering (gurun). Tumbuhan ini cenderung menyukai kondisi air yang melimpah karena salah satu tahap hidupnya tergantung dari keberadaan air, yaitu sebagai tempat media bergerak sel sperma menuju sel telur. Tumbuhan paku pernah merajai hutan-hutan dunia di Zaman Karbon sehingga zaman itu dikenal sebagai masa keemasan tumbuhan paku.

Bentuk tumbuhan paku bermacam-macam, ada yang berupa pohon (paku pohon, biasanya tidak bercabang), epifit, mengapung di air, hidrofit, tetapi biasanya berupa terna dengan rizoma yang menjalar di tanah atau humus dan ental (bahasa Inggris frond) yang menyangga daun dengan ukuran yang bervariasi (sampai 6 m). Ental yang masih muda selalu menggulung (seperti gagang biola) dan menjadi satu ciri khas tumbuhan paku. Daun pakis hampir selalu daun majemuk.

Pakis yang umum kita temukan di pinggir sungai dan pagar-pagar tegalan yang lembab, biasanya pakis suka muncul diantara tanaman lain. Beberapa jenis pakis ini bisa dimakan. Jenis yang antara lain umum dimakan ini di Bali dikenal dengan sebutan Paku Jukut atau Paku sayur (Diplazium esculentum). Paku sayur merupakan sejenis pakis yang biasa dimakan sebagai sayuran oleh penduduk di Asia Tenggara dan kepulauan Pasifik. Sejak jaman dulu nenek moyang kita memanfaatkannya sebagai bahan sayur mayur utama yang tinggal petik, Paku sayur ini biasanya tidak dibudidayakan, melainkan tumbuh liar di tepi sungai, tebing-tebing yang lembab dan teduh, atau di hutan dan pegunungan.

Namun belakangan, karena tidak ada yang memperhatikannya dengan serius, pakis mulai jarang kita temukan di pasaran, terutama di kota-kota besar. Walaupun begitu di kota besar masih ada satu dua orang yang menyajikan sayur pakis bagi keluarganya, karena kadang di supermarket juga menjual daun pakis ini. Pakis sayur yang memiliki daun indah ini juga memiliki tekstur rasa yang cukup empuk dan enak. Bagian pakis yang dimakan sebagai sayuran sesungguhnya adalah daun muda yang yang belum mekar secara sempurna. Karena itu, untuk sayuran harus dipanen saat masih muda, supaya berasa enak dan bertekstur lunak. Bila telat dipanen, daun pakis menjadi sangat berserat, alot, dan tidak enak dimakan. Kita bisa memanfaatkannya untuk ditumis, dicampur dengan kecambah kedelai, dipelecing ataupun dimasak dengan santan.

Gizi dan khasiat

Daun pakis dipercaya berkhasiat untuk menyembuhkan luka. Hal itu dikarenakan kandungan vitamin C-nya cukup tinggi, yaitu 30 mg per 100 g. Fungsi vitamin C banyak berkaitan dengan pembentukan kolagen. Vitamin C diperlukan untuk hidroksilasi prolin dan lisln menjadi hidroksiprolin dan hidroksilisin, yang merupakan bahan penting dalam pembentukan kolagen.

Kolagen merupakan senyawa protein yang memengaruhi integritas struktur sel di semua jaringan ikat, seperti pada tulang rawan, membran kapiler, dan kulit. Dengan demikian, vitamin C berperan besar dalam penyembuhan luka.

Daun pakis yang berwarna hijau gelap kaya akan betakaroten. Di dalam tubuh, betakaroten akan dimetabolisme menjadi vitamin A. Kandungan betakaroten dalam daun pakis setara dengan 432 RE vitamin A.

Betakaroten ini berperan dalam mengatur proses metabolisme di beberapa jaringan tubuh. Selain itu, betakaroten juga mengatur kerja gen-gen yang terlibat dalam sistem imunitas, sehingga dapat membantu meningkatkan kekebalan tubuh terhadap berbagai penyakit, khususnya penyakit infeksi.

Selain itu daun pakis mengandung beberapa komponen nongizi yang penting bagi kesehatan. Komponen nongizi yang utama pada pakis adalah flavonoid dan polifenol. Flavonoid adalah kelompok senyawa fenol yang mempunyai dua peran utama, yaitu sebagai antioksidan dan antibakteri. Sebagai antioksidan, flavonoid dalam daun pakis berperan untuk menetralkan radikal bebas. Radikal bebas merupakan suatu komponen yang berbahaya dan mengganggu metabolisme tubuh. Radikal bebas biasanya berasal dari polusi atau bahan-bahan kimia. Flavonoid sebagai antioksidan dapat mencegah munculnya penyakit yang ditimbulkan oleh radikal bebas. Contohnya, penuaan dini, kanker, dan berbagai penyakit degeneratif lainnya.

Sebagai antibakteri, flavonoid bergabung dengan protein ekstraseluler dan membentuk senyawa kompleks. Senyawa kompleks tersebut mengganggu integritas membran sel dan menghambat pertumbuhan sel-sel bakteri. Peran antibakteri tersebut dapat digunakan sebagai pengawet pada berbagai bahan pangan dan nonpangan.

Komponen nongizi lain pada daun pakis yang berperan sebagai antibakteri adalah palifenol. Polifenol dapat bereaksi dengan protein, membentuk suatu kompleks fenol-protein yang dapat mengganggu proses terbentuknya membran atau dinding sel bakteri.

Daun pakis juga dipercaya berkhasiat mencegah penyakit rematik. Hal itu dikarenakan adanya kandungan kalsium dan fosfor yang cukup tinggi, yaitu masing-masing 42 mg dan 172 mg per 100 g daun pakis. Kalsium dan fosfor merupakan mineral makro yang diperlukan untuk pertumbuhan, pembentukan, dan pemeliharaan kesehatan tulang.

Walaupun Pakis enak dimakan, tetapi tidak dianjurkan untuk dikonsumsi dalam keadaan mentah sebagai lalapan karena daun pakis mentah mengandung asam sikimat yang dapat mengganggu saluran pencernaan.

Penyerap Polusi Tanah
Kalau kita mengenal Sansivera (lidah mertua) sebaga penyerap polusi udara, maka tumbuhan Pakis jenis Ptetis fitata ini setelah di observasi dan di teliti di laboratorium menunjukkan pakis tersebut mampu menyerap zat beracun dalam tanah. Hal ini juga diketahui setelah penelitian ternyata pakis mampu menghisap arsenat secara mengagumkan. Hal ini terbukti ketika pakis tumbuh di suatu daerah, maka konsentrasi arsenat di dalam pakis mencapai 200 kali lebih besar di banding konsentrasi arsenat di dalam tanah di mana pakis itu tumbuh. Tentunya penemuan diharapkan mampu membantu penyediaan air bersih, yang kadarnya makin berkurang di kota-kota besar, karena air bersihnya banyak yang tercemar.


Klasifikasi ilmiah:
Kerajaan: Plantae Divisi: Pteridophyta Kelas: Psilotopsida Equisetopsida Marattiopsida Polypodiopsida

Sunday, April 29, 2012

CUK URANG SI RAJA UDANG

Cuk Urang termasuk keluarga Alcedinidae, sebetulnya nama local dari Raja Udang yang diberikan oleh masyarakat Yogyakarta. Cuk Urang berbeda dengan Pecuk Padi Phalacrocorax sulcirostris, walaupun sama-sama makan udang, ikan kecil, aneka reptil, kodok dan serangga. Mangsa dibunuh dengan memukul-mukulkannya ke batang pohon atau ke batu, baru dimakan.

Secara proporsional sebetulnya postur Cuk Urang ini tidak sebagus jenis burung lainnya. Semua Raja Udang (King Fisher) mempunyai kepala besar; memiliki paruh yang besar pula, panjang dan runcing, nampak kurang seimbang dengan ukuran tubuhnya yang relatif kecil. Kaki pendek, begitu juga lehernya. Tiga jari yang menghadap ke muka, saling melekat sebagian di pangkalnya.

Dahulu sekitar tahun 80an di daerah Ngaran, Margokaton Seyegan Sleman masih banyak dijumpai burung Raja Udang ini. Burung Raja Udang yang paling sering kelihatan adalah yang tubuhnya sangat kecil (14 cm) berwarna biru dan putih bagian atas, garis dadanya biru kehijauan mengkilap, mangkota dan penutup sayap bergaris hitam kebiruan, tenggorokan dan perut berwarna putih, iris coklat, paruh kehitam-hitaman dan kakinya merah. Sebetulnya memang masih banyak jenis Raja Udang lainnya yang memiliki warna cerah, terutama biru berkilau dan coklat kemerahan, di samping warna putih. Pola warna sangat beragam.

Sebagian jenis raja-udang hidup tak jauh dari air, baik kolam, danau, maupun sungai. Sebagian jenis lagi hidup di pedalaman hutan. Jenis Raja Udang menghuni daerah-daerah lahan basah seperti daerah-daerah aliran sungai, hutan mangrove, danau/telaga, rawa-rawa pesisir. Dahulu ikan-ikan di kolam orang tua sering dipanen oleh burung Cuk Urang ini, untuk jenis ikan kecil pasti habis disantap oleh burung ini, sedangkan jenis ikan yang sudah besar dan berat seperti ikan gurame biasanya yang diambil hanya kedua matanya saja. Para petani ikan di desa Ngaran biasanya memasang jala di atas kolam, sehingga terhindar dari hama Cuk Urang ini.

Raja Udang biasanya membuat sarang dalam lubang di tanah, tebing sungai, batang pohon atau sarang rayap. Meski raja-udang bukanlah makhluk yang resik, burung ini sangatlah subur. Banyak spesies burung mampu berbiak untuk kedua kalinya, antara 2-5 butir, biasanya keputih-putihan dan hampir bundar. Telur raja-udang pun menetas setelah dierami selama tiga minggu. Kedua induk dari burung yang telah menetas juga akan mencari makan dengan bersungguh-sungguh. Burung raja-udang adalah pemburu yang menyergap dengan tiba-tiba, bertengger di atas sebuah sungai sampai seekor ikan kecil masuk ke dalam jarak tembaknya. Ia bisa menukik, menyerang, dan terbang kembali ke tempatnya bertengger hanya dalam tempo dua detik. Si pemangsa lalu membanting mangsanya ke batang pohon untuk membuat korbannya itu pingsan. Selama tiga atau empat minggu lamanya burung-burung muda itu akan berdiam di sarang dan kedua induk bisa membawa 50 sampai 70 ekor ikan setiap hari sehingga serakan tulang ikan pun akan semakin menumpuk tinggi.

Dengan hidup menyendiri hampir sepanjang tahun, setiap raja-udang berusaha keras melindungi lahan yang dimilikinya untuk menjamin ketersediaan ikan yang cukup dan tempat bersarang yang baik. Suaranya sangat nyaring dan burung itu akan berkicau agar semua tahu kedatangannya, Perkelahian di antara raja-udang dimulai dengan kejar-kejaran berkecepatan tinggi dan sesekali patukan paruh. Kalau tawuran di udara tidak menyelesaikan masalah, nyawa bisa jadi taruhannya. Di tepi sungai, dua ekor raja-udang akan saling mengunci paruh lawan dan berusaha untuk menenggelamkan musuhnya tersebut.

Di waktu yang lain, musim kawin akan menjadi masa gencatan senjata antara burung jantan dan betina. Pendekatan sang jantan dilakukan tanpa basa-basi: dia meluncur cepat mendekati mantan musuhnya itu (si betina) sambil bersiul tinggi. Kalau si betina menerima kedatangannya, sang jantan akan menghujani kekasihnya itu dengan ikan segar, menyuapkan bagian kepala ikan itu terlebih dahulu ke dalam paruh sang pujaan hati. Pada satu kesempatan di mana sebuah gencatan senjata disepakati antartetangga, kedua sejoli akan menyatukan daerahnya – untuk sementara. Dari wilayah gabungan itu keduanya akan memilih sarang yang lama untuk digunakan kembali atau membuat sarang baru. Sepasang raja-udang biasanya membutuhkan waktu setidaknya 14 hari untuk memahat sebuah lubang sepanjang satu meter.

Karena bukan tipe pemilik rumah yang apik, burung raja-udang melapisi sarang yang diselimuti kegelapan itu dengan menaburkan lapisan tulang-tulang ikan kecil yang dimuntahkan dalam bentuk bola-bola kecil, kemudian bola-bola itu diremukkan ala kadarnya dengan paruh. Dahulu sarang Cuk Urang sering dijumpai di tebing sekitar tugu pompa, tebing di sini sangat dahulu sangat ideal untuk membuat sarang selain tempatnya yang sedikit gelap karena di bawah rindangan hutan bamboo, juga tanah di sini cukup gembur untuk di buat sarang Cuk Urang dengan paruh kuat mereka. Selain di daerah ini Cuk Urang juga banyak dijumpai di sawah sebelah selatan pasar Balangan yang lokasinya tidak jauh dengan hutan bamboo dan kelapa.

Seiring dengan mengeliatnya perekonomian di desa-desa wilayah Yogyakarta khususnya Sleman Barat, menjadikan habitat Cuk Urang pun ikut bergeser ke arah barat yaitu sekitar gunung Tugel sampai ke arah utara daerah Kedung Prahu dan Perbotan.

Klasifikasi ilmiah:
Kerajaan : Animal, Filum : Chordate, kelas : Aves, ordo : Coraciiformes, subordo :Alcedinus family : Alcedinidae, Helcyonidae dan Cerylidae.

Di seluruh dunia, terdapat kurang lebih 90 spesies burung raja-udang. Pusat keragamannya adalah di daerah tropis di Afrika, Asia dan Australasia.

jenis-jenis Raja Udang

Thursday, April 26, 2012

KEPODANG JAWA

Manuk Podang Jw (burung Kepodang) Oriolus chinensis adalah burung berkicau (Passeriformes) yang mempunyai bulu yang indah dan juga terkenal sebagai burung pesolek yang selalu tampil cantik, rapi, dan bersih termasuk dalam membuat sarang. Burung Kepodang di alam liar terutama di daerah Yogyakarta sudah tidak ditemukan lagi. Nasib burung cantik ini sungguh mengenaskan, penulis belum mendengar ada relawan-relawan yang sudi menangkarkan kemudian melepas liarkan burung Kepodang ini. Burung Kepodang (Oriolus chinensis), meskipun di beberapa tempat di Indonesia sudah jarang ditemukan tetapi secara umum masih dikategorikan sebagai ‘Least Concern’ atau ‘Beresiko Rendah’ oleh IUCN Redlist. Artinya burung pesolek maskot provinsi Jawa Tengah ini masih dianggap belum terancam kepunahan.

Kepodang merupakan salah satu jenis burung yang sulit dibedakan antara jantan dan betinanya berdasarkan bentuk fisiknya. Hal inilah yang merupakan salah satu kesulitan dalam usaha menakarkan si cantik ini. Sebetulnya kalau ada niatan pemerintah untuk melestarikan burung Kepodang ini terutama dari pemerintah Jawa Tengah yang telah menjadikan burung Kepodang ini mascot, pemerintah dapat melakukan penyitaan burung-burung Kepodang di Pasar burung baik di wilayah Yogyakarta maupun Jawa Tengah kemudian ditangkarkan.

Usaha pemerintah dan kepedulian masyarakat akan kelestarian alam akan dapat membantu mengentaskan burung Kepodang dari ancaman kepunahan. Kalau di P. Bali ada usaha pelestarian burung Jalak Bali, kenapa di Jawa Tengah dan Yogyakarta tidak mulai saja pelestarian burung Kepodang. Sampai saat ini kepedulian masyarakat dan pemerintah akan kelestarian burung Kepodang ini masih rendah, hal ini terbukti status burung Kepodang ini masih termasuk jenis burung kurungan karena dibeli oleh masyarakat sebagai penghias rumah, oleh karenanya burung ini masuk dalam komoditas perdagangan yang membuat populasinya semakin kecil.

Pada sekitar tahun 1980 burung Kepodang masih sering dijumpai di pepohonan sekitar desa-desa wilayah Yogyakarta. Siulan khas dari burung ini menjadikan burung Kepodang juga dikenal oleh masyarakat Yogyakarta dan sekitarnya sebagai “manuk pitu wolu” karena bunyinya yang nyaring mirip dengan ucapan pitu-wolu (tujuh delapan). Suara indah itu hanya dalam kurun 10 tahun saja sudah susah ditemukan di pohon-pohon halaman rumah, tetapi kita masih dapat menemukan di pasar-pasar burung seperti Ngasem dan Muntilan.

Burung Kepodang menurun populasinya juga karena terdapat mitos bagi wanita Jawa yang sedang hamil apabila pada saat “mitoni” memakan daging burung cantik ini akan menyebabkan bayi yang lahir bakal menjadi anak laki-laki yang ganteng atau cantik apabila wanita. Meskipun begitu mitos tersebut sekarang sudah jarang dilakukan seiring dengan sulitnya ditemukan burung Kepodang di alam liar.

Sebetulnya burung Kepodang berasal dari daratan China dan penyebarannya mulai dari India, Asia Tenggara, kepulauan Philipina, termasuk Indonesia yang meliputi Sumatera, Jawa, Bali, Kalimantan,Sulawesi dan Nusa Tenggara. Burung ini hidup di hutan-hutan terutama di daerah tropis dan sedikit di daerah sub tropis dan biasanya hidup berpasangan . Di pulau Jawa dan Bali burung kepodang sering disebut dengan Kepodang Emas.

Bagi masyarakat Sunda biasa menyebut burung Kepodang ini dengan sebutan Bincarung. Sedangkan beberapa daerah di Sumatera menyebutnya sebagai Gantialuh dan masyarakat di Sulawesi menyebutnya Gulalahe. Burung Kepodang ini dalam bahasa Inggris sering disebut dengan Black Naped Oriole. Di Malaysia disebut burung Kunyit Besar. Sedangkan dalam bahasa ilmiah (latin), Burung Kepodang disebut Oriolus chinensis.

Burung kepodang berukuran relatif sedang, panjang mulai ujung ekor hingga paruh berkisar 25 cm. Burung ini berwarna hitam dan kuning dengan strip hitam melewati mata dan tengkuk, buluterbang sebagian besar hitam. Tubuh bagian bawah keputih-putihan dengan burik hitam, iris merah, bentuk paruh meruncing dan sedikit melengkung ke bawah, ukuran panjang paruh kurang lebih 3 cm, kaki hitam. Burung ini menghuni hutan terbuka, hutan mangrove, hutan pantai, di tempat-tempat tersebut dapat dikenali dengan kepakan sayapnya yang kuat, perlahan, mencolok & terbangnya menggelombang.

Jenis Burung Kepodang yang diketahui penulis:

1.Kepodang Kuduk Hitam

Oriolus chinensis Linnaeus, 1766
Kepudang Kuduk-hitam, Black-naped Oriole

Berukuran sedang (26 cm), berwarna hitam dan kuning dengan setrip hitam melewati mata dan tengkuk; bulu terbang sebagian besar hitam. Pada jantan bagian lain kuning terang; betina lebih buram dengan punggung kuning zaitun. Burung remaja warna hitam digantikan warna zaitun; tubuh bagian bawah keputih-putihan dengan burik hitam.

Terdaspat di India, Cina, Asia tenggara, Filipina, Sulawesi, Semenanjung Malaysia, Sunda Besar, dan Nusa Tenggara.

2. Kepodang Hutan
Oriolus xanthonotus
Oriolus xanthonotus Horsfield, 1821
Kepudang Hutan, Dark-throated Oriole

Berukuran agak kecil (18 cm), berwarna hitam dan kuning. Jantan: kepala, leher dan kerongkongan hitam. Bulu terbang hitam. Dada keputih-putihan dengan burik hitam. Bagian lain kuning terang. Betina dan burung remaja: tubuh bagian atas kehjauan, tungging kuning, tubuh bagian bawah siasanya putih dengan burik hitam tebal.
Iris merah, paruh merah jambu kaki hitam.

Terdapat di Filipina, Semenanjung Malaysia dan Sunda Besar. Di Bali tidak tercatat.

Klasifikasi Ilmiah: Kerajaan: Animalia; Filum: Chordata; Kelas: Aves; Ordo: Passeriformes; Famili: Oriolidae; Genus: Oriolus; Spesies: Oriolus chinensis

Wednesday, April 25, 2012

DAUN SEMBUNG

Nama Indonesia : Sembung / sembung manis, sembung legi, rumput tahi-babi. Sedangkan nama Lokal : Sembung, sembung utan (Sunda); sembung gantung, sembung gula, sembung kuwuk; sembung mingsa, sembung langu, sembung lelet (Jawa); Kamandhin (Madura); Sembung (Bali), capo (Sumatera), Afoat (Timor), Ampampau, capo, Madikapu; Ai na xiang (China), Wild heliotrope(English),Baccharis salvia Lour.; Conyza balsamifera L.; Pluchea balsamifera (L.) Less; sembung, capa (Melayu); sebung, sembung utan (Sunda), sembung gantung,sembung gula, dai bi, dai ngai (Thailand); ngai champora (Inggris), sembung langu (Jawa), capa (Melayu) dan sembung mingsa, sembung legi (Jawa), apompase, mandikapu (Ternate), Sinonim : = Baccharis salvia Lour. = Conyza balsamifera (L= Pluchea balsamifera L) Less.

Tumbuhan asal Nepal ini hidup di tempat terbuka sampai agak terlindung di tepi sungai dan tahan pertanian. Dapat tumbuh di tanah berpasir atau tanah yang agak basah pada ketinggian sampai 2.200 m dpl. Perdu, tumbuh tegak, tinggi mencapai 4 m, percabangan pada ujungnya, berambut halus, bagian-bagian dari tumbuhan ini bila diremas berbau kamfer (kapur barus) dan agak langu. Daun tunggal, di bagian bawah bertangkai, bagian atas merupakan daun duduk, letak berseling, terdapat 2 - 3 daun tambahan pada tangkai daunnya. Helaian daun bundar telur sampai lonjong, pangkal dan ujung runcing, tepi bergerigi atau bergigi, permukaan daun bagian atas berambut agak kasar sedang bagian berambut rapat dan halus seperti beludru. Pertulangan daun menyirip, panjang 8 - 40 cm, lebar 2 - 20 cm.

Bunganya bergerombol pada ujung batang dan berwarna kuning. Buahnya sedikit melengkung dengan panjang 1 mm. Daun pada tanaman ini mengandung minyak atsiri, antara lain sineol dan borneol, kapur barus / kamper damar dan zat samak (tanin).
Buah kotak bentuk silindris, beriga 8 - 10, panjang 1 mm, berambut. Perbungaan majemuk bentuk malai, keluar di ujung tangkai, warnanya kuning. Perbanyakan dengan biji atau pemisahan tunas akar.

Tanaman sembung (Blumea balsamifera D. C)
Klasifikasi :
Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Dycotiledonae
Sub kelas : Asteridae
Bangsa : Asterales
Suku : Asteraceae (Cornpositae)
Marga : Blumeae
Jenis : Blumeae balsamifera (L.) DC
Family :.Asteraceae.

Sembung bersifat pedas, sedikit pahit, hangat dan baunya seperti rempah, namun sangatlah manjur untuk dijadikan obat tradisionil terutama dalam bentuk jamu. Daun sembung berkhasiat sebagai antibakteri, melancarkan peredaran darah, menghilangkan bekuan darah dan pembengkakan, peluruh kentut (karminatif), peluruh keringan (diaforetik), peluruh dahak (ekspektoran), astrigen, tonikum dan obat batuk. Cara pengolahannya pun sangat sederhana, namun untuk mendapatkan daun tersebut lumayan sulit karena tumbuh hanya satu pohon dan bukan herba yang merambat, tidak begitu banyak ranting yang tumbuh sehingga jika daunnya di petik maka harus menunggu tumbuhnya daun berikutnya.

Tumbuhnya pun agak susah karena hanya bisa tumbuh dari persemaian jika bunganya sudah menjadi kering. Penyebarannya secara spora dengan bantuan angin. terdapat kandungan senyawa minyak atsiri 0,1 - 0,5%, Ngai-kamfer. Senyawa utama yang terdapat dalam minyak atsiri mengandung 1-borneol atau Ngaikamfer atau leuderol 1-borneol berupa hablur yang bentuknya kadang-kadang kecil yaitu dengan titik lebur 203 – 204 derajad Celcius

Pada senyawa tersebut ditemukan xautuksilin atau brevitolin (C10 H12 O4) berupa hablur danberupa lembaran (dalam etanol). Menurut catatan (Laporan tahun 1895 Sland Plantentuin), setelah diisolasi dari 139 kg daun sembung diperoleh 122 ml minyak atsiri. Kandungan : Sembung mengandung minyak atsiri (ngai kamfer), borneol, sineol, limonene, asam palmitat, myristin, dimetiletil klorasetofenon, tannin, pirokatekin, dan glikosida.(anonym, 2003).

Metabolit aktif lain dari daun sembung yaitu, seskuiterpen dalam bentuk ester, flavonoid, ichtyothereol asetat, cryptomeredio, lutein, dan beta karoten. (Osaki dkk, 2005; Nessa dkk, 2005; Ragasa dkk, 2005) Kegunaan di masyarakat : Daun sembung dimanfaatkan sebagai tanaman obat yang berkhasiat untuk mengobati reumatik sendi, persendian sakit setelah melahirkan, nyeri haid, datang haid tidak teratur, influenza, demam, sesak napas (asma), batuk, bronchitis, perut kembung, diare, perut mules, sariawan, nyeri dada akibat penyempitan pembuluh darah koroner, dan, kencing manis.

baca selengkapnya

Sunday, April 22, 2012

BUNGA KEMUNING

Bunga Kemuning dikenal menghasilkan wangi yang tajam terutama pada malam hari. Bagi mereka yang kurang mengetahui karateristik dari bunga Kemuning ini kadang-kadang beranggapan di pohon kemuning bersemayam hantu kuntilanak. Dahulu waktu penulis masih tinggal di Yogyakarta pohon Kemuning yang di rumah juga terdapat Anggrek Merpati. Kedua bunga dari dua jenis tanaman ini apabila sedang mekar mempunyai karateristik harum mewangi pada malam hari. Apabila ada meniru teknik ini bisa dipastikan seluruh halaman rumah ada akan harum semerbak terutama pada malam hari.

Kemuning biasa tumbuh liar di semak belukar, tepi hutan, atau ditanam sebagai tanaman hias dan tanaman pagar. Kemuning dapat ditemukan sampai ketinggian ± 400 m dpl. Variasi morfologi besar sekali. Yang biasa ditanam untuk memagari pekarangan, biasanya jenis yang berdaun kecil dan lebat. Semak atau pohon kecil, bercabang banyak, tinggi 3 - 8 m, batangnya keras, beralur, tidak berduri. Daunnya seperti daun jeruk, cuma berukuran lebih kecil. Daun majemuk, bersirip ganjil dengan anak daun 3 - 9,. letak berseling. Helaian anak daun bertangkai, bentuk bulat telur sungsang atau jorong, ujung dan pangkal runcing, tepi rata atau agak beringgit, panjang 2 - 7 cm, lebar 1 - 3 cm, permukaan licin, mengilap, wamanya hijau, bila diremas tidak berbau. Bunga majemuk berbentuk tandan, 1 - 8, warnanya putih, wangi, keluar dari ketiak daun atau ujung ranting. Buah buni berdaging, bulat telur atau bulat memanjang, panjang 8 - 12 mm, masih muda hijau setelah tua merah mengilap, berbiji dua.

Kemuning (Murraya paniculata) atau nama sinonimnya Murraya exotica L.; Murraya banati Elm;Chalas paniculata, merupakan tumbuhan tropis yang dapat mencapai tinggi 7 meter dan berbunga sepanjang tahun. Tanaman kemuning yang memiliki nama daerah Kamuning (Sunda, Menado, Makasar), Kemuning atau Kumuning (Jawa), Kemoning (Bali), Kamuni (Bima), Kamuniang (Padang) dan Kamoni (Ambon). Kemuning disebut juga Orangejasmine dalam bahasa Inggris karena tanaman ini memiliki bentuk bunga seperti melati (putih dan kecil) serta wanginya pun harum ini.


Komposisi :KANDUNGAN KIMIA :
Daun kemuning mengandung cadinene, methyl-anthranilate, bisabolene, P-earyophyllene, geraniol, carene-3, eugenol, citronellol, methyl-salicylate, s-guaiazulene, osthole, paniculatin, tanin, dan coumurrayin. Kulit batang mengandung mexotioin, 5-7-dimethoxy-8- (2,3-dihydroxyisopentyl) coumarin. Sedangkan bunga kemuning mengandung scopeletin, dan buahnya mengandung semi-ec-carotenone.

Klasifikasi Ilmiah

Kerajaan

Plantae

Eudicots

Rosids

Ordo

Sapindales

Famili

Rutacea

Genus

Murraya

Spesies

M. Paniculata

Nama Binominal

Murraya Paniculata

(L) Jack


Efek Farmakologis dan Hasil Penelitian :

  1. Infus daun kemuning dengan dosis 1.000 mg serbuk/kg bb mencit albino pada percobaan analgesik dengan bahan pembanding asetosal 52 mg/kg bb, memberikan efek analgesik (Pudjiastuti, dkk., Cermin Dunia Kedokteran No.59, 1989).
  2. Infus daun kemuning dengan dosis 210 mg, 420 mg dan 840 mgl 200 g bb diberikan per oral pada tikus sesaat sebelum penyuntikkan 0,2 ml larutan karagenin 1 % dalam NACI fisiologis secara subplantar (zat pembuat udern buatan). Pada infus daun kemuning dengan dosis 840 mg/200 g bb menunjukkan efek anti-inflamasi mendekati natrium diklofenak dengan dosis 8 mg/200 g bb yang digunakan sebagai pembanding (Farida Ibrahim, Jubeini, Katrin, Rosrini, Jurusan Farmasi FMIPA Ul - warta Perhipba No.Lllll, Jan-Maret 1995).
  3. Infus daun kemuning 10%, 20%, 30%, 40% sebanyak 0,5 ml pada mencit dapat menurunkan berat badan secara bermakna (Ika Murni Sugiarti, Jurusan Biologi FMIPA UNAIR, 1990).

Karena kandungan-kandungan tersebut, kemuning dikenal pula bisa berkhasiat sebagai obat, baik pada bagian daun, ranting, akar dan juga kulit batang. Kemuning berkhasiat sebagai pemati rasa (anestesia), penenang (sedatif), antiradang, anti-rematik, anti-tiroid, penghilang bengkak, pelancar peredaran darah dan penghalus kulit.

Friday, April 13, 2012

KODOK PRUNTUS

Kodok merupakan satwa yang biasa hidup di daratan maupun daerah yang berair, sebagian kodok banyak yang dijumpai tinggal di daratan yang sedikit lembab. Kodok air biasanya kulitnya cenderung halus dan berlendir, sedangkan kodok darat berkulit kasar, bertotol-totol dan kering. Kodok adalah hewan amfibia yang paling dikenal orang di Indonesia. Anak-anak biasanya menyukai kodok karena bentuknya yang lucu, kerap melompat-lompat, tidak pernah menggigit dan tidak membahayakan. Hanya orang dewasa yang kerap merasa jijik atau takut yang tidak beralasan terhadap kodok.

Kodok ini menyebar luas mulai dari India, Republik Rakyat Cina selatan, Indochina sampai keIndonesia bagian barat. Di Indonesia, dengan menumpang pergerakan manusia, hewan amfibi ini dengan cepat menyebar (menginvasi) dari pulau ke pulau. Kini bangkong kolong juga telah ditemui diBali, Lombok, Sulawesi dan Papua barat.
Kodok air sudah banyak dikenal orang terutama kodok sawah (Fejervarya cancrivora) yang berwarna hijau dengan sedikit loreng kekuning-kuningan merupakan saingan kodok impor yaitu Kodok Lembu. Kodok sawah ini banyak dicari orang untuk dibuat menu SWII KEE di restoran-restoran ternama. Disebut 'ayam air' (swie: air, kee: ayam) demikian karena paha kodok yang gurih dan berdaging putih mengingatkan pada paha ayam. Selain itu, di beberapa tempat di Jawa Timur, telur-telur kodok tertentu juga dimasak dan dihidangkan dalam rupa pepes telur kodok.

Pada kali ini penulis kali ini hanya akan sedikit mengulas tentang Kodok darat, walaupun dikatakan kodok darat tetap saja membutuhkan air sebagai tempat bertelurnya. Kodok darat yang akan diceritakan kali ini, kalau di Yogya dikenal dengan istilah Kodok Pruntus atau Kodok Bangkong, kedua nama itu diambil dari ciri khas maupun kebiasaan kodok tersebut. Istilah Pruntus karena kodok tersebut kulitnya “mruntus” berbintil-bintil, sedangkan istilah bangkong dikarenakan kodok tersebut pada musim kawin yang jantan sering mengeluarkan suara “Kang…Kung…Kooong” yang “ngebas” dan bergema karena kantong suara di tenggorakannya. Suara kodok bangkong betina biasanya bunyinya “rrrr…reek…reeekk”.

Kodok Pruntus memiliki nama ilmiah Bufo melanostictus Schneider, 1799. Bangkong ini juga dikenal dengan beberapa nama lain seperti kodok buduk (Jkt.), kodok berut (Jw.), kodok brama (Jw., yang berwarna kemerahan), dan Asian black-spined toad (Ingg.).
Bangkong ini kawin di kolam-kolam, selokan berair menggenang, atau belumbang, sering pada malam bulan purnama. Kodok jantan mengeluarkan suara yang ramai sebelum dan sehabis hujan untuk memanggil betinanya, kerapkali sampai pagi. Bunyinya: Kung…Kong…Keek… (suara kodok jantan) dan rrrr…reek…rrrreeekkk (suara kodok betina) kedengaran riuh rendah, namun apabila kita perhatikan suara itu memiliki keteraturan urutan yang saling sahut-sahutan. Apabila ada salah satu kodok yang melanggar urutan tersebut, biasanya diartikan sebagai sebuah tantangan bagi yang lain dalam memperebutkan calon pasangannya. Biasanya untuk kodok yang menyimpang ini akan diserang oleh beberapa kompetitornya kodok-kodok lainnya. Kadang-kadang dijumpai pula beberapa bangkong yang mati karena luka-luka akibat kompetisi itu; luka di moncong hewan jantan, atau luka di ketiak hewan betina.

Pada saat-saat seperti itu, dapat ditemukan beberapa pasang sampai puluhan pasang bangkong yang kawin bersamaan di satu kolam. Sering pula terjadi persaingan fisik yang berat di antara bangkong jantan untuk memperebutkan betina, terutama jika betinanya jauh lebih sedikit. Oleh sebab itu, si jantan akan memeluk erat-erat punggung betinanya selama prosesi perkawinannya.

Anatomi
Kodok berukuran sedang, yang dewasa berperut gendut, berbintil-bintil kasar. Bangkong jantan panjangnya (dari moncong ke anus) 55-80 mm, betina 65-85 mm. Di atas kepala terdapat gigir keras menonjol yang bersambungan, mulai dari atas moncong; melewati atas, depan dan belakang mata; hingga di atas timpanum (gendang telinga). Gigir ini biasanya berwarna kehitaman. Sepasang kelenjar parotoid (kelenjar racun) yang besar panjang terdapat di atas tengkuk.

Bagian punggung bervariasi warnanya antara coklat abu-abu gelap, kekuningan, kemerahan, sampai kehitaman. Ada pula yang dengan warna dasar kuning kecoklatan atau hitam keabu-abuan. Terdapat bintil-bintil kasar di punggung dengan ujung kehitaman.
Sisi bawah tubuh putih keabu-abuan, berbintil-bintil agak kasar. Telapak tangan dan kaki dengan warna hitam atau kehitaman; tanpa selaput renang, atau kaki dengan selaput renang yang sangat pendek. Hewan jantan umumnya dengan dagu kusam kemerahan.
Dari segi anatomi, katak mempunyai jantung yang terdiri dari tiga ruang yang berbeda dari makhluk hidup darat yang terdiri dari 4 ruang dan makhluk hidup air seperti ikan yang hanya terdiri dari 2 ruang. Katak dan kodok pada umumnya mempunyai organ-organ yang sangat khusus untuk menunjang kehidupannya. Diantaranya adanya pulmo untuk kehidupan di darat, kulit berlendir dan kaki berselaput untuk memudahkan berenang di air, 2 lubang hidung yang berhubungan langsung dengan cavum oris yang digunakan untuk bernapas ketika katak dan kodok ini berada di dalam air.

Kepala dan badan lebar bersatu, ada dua pasang kaki atau anggota, tak ada leher dan ekor. Bagian dalam ditutupi dengat kulit basah halus lunak. Kepala mempunyai mulut yang lebar untuk mengambil makanan, 2 lubang hidung/ nares externa yang kecil dekat ujung hidung yang berfungsi dalam pernapasan, 2 mata yang besar spherik, dibelakangnya 2 lubang pipih tertutup oleh membrane tympani yang berfungsi sebagai telinga untuk menerima gelombang suara. Tiap mata mempunyai kelopak mata atas dan bawah, serta di dalamnya mempunyai selaput mata bening membrane nictitans untuk menutupi mata apabila berada di dalam air. Di bagian ujung belakang badan dijumpai anus, lubang kecil untuk membuang sisa-sisa makanan yang tak dicerna, urine dan sel-sel kelamin/ telur atau sperma dari alat reproduksi

Habitat Kodok Pruntus
Bangkong kolong paling sering ditemukan di sekitar rumah. Melompat pendek-pendek, kodok ini keluar dari persembunyiannya di bawah tumpukan batu, kayu, atau di sudut-sudut dapur pada waktu magrib; dan kembali ke tempat semula di waktu subuh. Terkadang, tempat persembunyiannya itu dihuni bersama oleh sekelompok kodok besar dan kecil; sampai 6-7 ekor.

Kodok dan katak hidup menyebar luas, terutama di daerah tropis yang berhawa panas. Makin dingin tempatnya, seperti di atas gunung atau di daerah bermusim empat (temperate), jumlah jenis kodok cenderung semakin sedikit. Salah satunya ialah karena kodok termasuk hewan berdarah dingin, yang membutuhkan panas dari lingkungannya untuk mempertahankan hidupnya dan menjaga metabolisme tubuhnya.

Kodok memangsa berbagai jenis serangga yang ditemuinya. Kodok kerap ditemui berkerumun di bawah cahaya lampu jalan atau taman, menangkapi serangga-serangga yang tertarik oleh cahaya lampu tersebut. Pada musim laron tiba sehabis hujan biasanya banyak kita temui kodok-kodok yang sedang berpesta memakan laron-laron yang sedang apes.

Racun Kodok Pruntus
Kodok Pruntus dikenal alat yang efektif sebagai pertahanan diri yaitu kulit yang beracun. Selama hidup penulis memang belum pernah ada orang yang terkena racun kodok ini, mungkin karena kodok tidak pernah menyerang manusia, cenderung menghindar jika bertemu dengan manusia. Namun kabarnya minyak dari bangkai kodok ini sering dipakai untuk tambahan “warangan” pada senjata-senjata orang Jawa tempo dulu. Racun Kodok Pruntus yang paling berbahaya yaitu dari jenis Kodok Pruntus bergaris merah di bagiang rahang atau pun punggungnya.

Kodok Pruntus mampunyai kelenjar racun yang tersebar di permukaan kulit yang dipenuhi tonjolan-tonjolan.

Reproduksi
Pada saat bereproduksi katak dewasa akan mencari lingkungan yang berair. Disana mereka meletakkan telurnya untuk dibuahi secara eksternal. Telur tersebut berkembang menjadi larva dan mencari nutrisi yang dibutuhkan dari lingkungannya, kemudian berkembang menjadi dewasa dengan bentuk tubuh yang memungkinkannya hidup di darat, sebuah proses yang dikenal dengan metamorfosis. Tidak seperti telurreptil dan burung, telur katak tidak memiliki cangkang dan selaput embrio. Sebaliknya telur katak hanya dilindungi oleh kapsul mukoid yang sangat permeabel sehingga telur katak harus berkembang di lingkungan yang sangat lembap atau berair.

baca macam-macam kodok (Bufonidae)

Wednesday, April 4, 2012

TRENGGILING, SI "MANIS" YANG NYARIS PUNAH

Trenggiling (Manis Javanica, Desmarest 1822) merupakan hewan mamalia karena selain berdarah panas juga menyusui dan diantara sisiknya terlihat rambut. Binatang ini menurut CITES sudah masuk ke dalam appendix II yang artinya dilarang diperdagangkan. Sedang IUCN mencantumkannya dalam daftar risiko rendah serta hampir punah. Di Indonesia sendiri Trenggiling sudah termasuk satwa yang dilindungi, hanya saja greget keseriusan pemerintah dalam melindungi satwa ini masih kurang dapat dirasakan oleh masyarakat. Masih banyak warung-warung yang menyajikan masakan Trenggiling, bahkan pernah salah satu acara TV swasta dengan bangganya memberitakan keberadaan warung terlarang ini. Fakta seperti itu berarti perburuan dan pembantaian Trenggiling masih berlangsung, mungkin kalau saat ini aksi para pemburu liar tersebut jarang terlihat karena memang populasi Trenggiling di alam liar sudah turun dratis. Satwa ini menjadi terancam karena bagi masyarakat Asia Tenggara menyukai daging Trenggiling ini untuk disantap. Kabarnya rasa daging trenggiling yang berukuran kecil mirip daging bebek. Namun penyebab utama kepunahannya adalah rusaknya habitat trenggiling. Hutan yang dihabiskan di Asia Tenggara, India dan Afrika yang terutama menyebabkan satwa ini masuk dalam daftar mereka yang patut dilestarikan.

Klasifikasi ilmiah

Kerajaan:

Animalia

Filum:

Chordata

Kelas:

Mammalia

Ordo:

Pholidota

Famili:

Manidae

Genus:

Manis

Spesies:

M. javanica

Nama binomial

Manis javanica

Bahkan menurut salah satu sumber BKSDA Sleman yang di kutip http://purnasarie1.blogspot.com/ di wilayah Sleman saat ini sudah tidak terlihat penampakan satwa Trenggiling ini. Trenggiling terakhir sempat terlihat di daerah Kedung Prahu, Minggir Kab. Sleman sekitar tahun 80 an dan tertangkap warga kemudian membunuhnya untuk diambil daging dan sisiknya.

Menurut penulis saat ini di pinggiran Yogya dan sekitarnya seperti daerah Kulon Progo, Gunung Kidul maupun Muntilan mungkin masih ada beberapa populasi Trenggiling, hal ini dimungkinkan karena di pasar burung seperti Ngasem dan Muntilan masih ada satu-dua pedagang yang memperjualbelikan satwa dilindungi ini. Bahkan menurut kabar burung beberapa ekor Trenggiling di pasar burung besar seperti Pasar Pramuka Jakarta dipasok dari daerah Jawa Tengah.

Satwa ini tersebar di Nias, Mentawai, Sumatera, Riau. Pulau Lingga, Kalimantan, tentu saja di Jawa hingga Bali dan Lombok. Bisa dikatakan tersebar di Indonesia Barat. Bahkan sejenisnya pun bisa dijumpai di Burma, Malaysia – Singapura dan Filipina. Sedangkan saudara sejenisnya bisa dijumpai sampai di Afrika.

Panjang dari kepala hingga pangkal ekor mencapai 58 cm. Panjang ekor mencapai 45 cm. Berat tubuh trenggiling sekitar 2 kg.. Sedang pada jenis lain berkisar dari 30 cm hingga 100 cm. Hidup di permukaan tanah, trenggiling mampu memanjat pohon.Trenggiling biasa hidup di hutan dataran rendah yang kebanyakan daerahnya bersinggungan dengan daerah perumahan penduduk., Trenggiling menyantap semut dan rayap sebagai makanan favoritnya. Memiliki cakar yang panjang dan lidah yang menjulur sama panjangnya kurang lebih 1/3 panjang tubuhnya. Dengan cakar yang panjang memungkinkan satwa ini mengoyak sarang semut dan rayap. Lidahnya digunakan untuk menjilat buruannya. Semut dan rayap akan melekat di lidah trenggiling berkat ludahnya. Di bagian dada trenggiling terdapat kelenjar ludah yang sangat besar. Kelenjar ini menghasilkan cairan yang bisa merekat insekta.

Trenggiling (Manis javanica) merupakan binatang nokturnal yang aktif melakukan kegiatan hanya di malam hari. Satwa langka ini mampu berjalan beberapa kilometer dan balik lagi kelubang sarangnya yang ditempatinya untuk beberapa bulan.

Diwaktu siang Trenggiling bersembunyi di lubang sarangnya. Diantaranya ada yang tinggal diatas dahan pohon. Binatang ini suka bersarang pada lubang-lubang yang berada dibagian akar-akar pohon besar atau membuat lubang di dalam tanah yang digali dengan menggunakan cakar kakinya. Atau ia menempati lubang-lubang bekas hunian binatang lainnya. Pintu masuk kelubang sarang selalu ditutupnya.

Ketika baru lahir, lapisan sisiknya masih empuk. Setelah tumbuh dewasa sisik ini berubah mengeras. Sisik tersebut sebetulnya serupa dengan rambut pada satwa lainnya. Trenggiling dalam melindungi diri dari serangan bisa melingkar membentuk seperti bola. Dan memang sisiknya yang berlapis berperan sebagai tameng, sama seperti tank.

Mamalia ini dalam taksonomi termasuk pada ordo Pholidota, familia Manidae dan genusnya Manis. Sedang spesiesnya terdiri dari Manis gigantea, Manis temmincki, Manis tricuspis, Manis tetradactyla, Manis crassicaudata, Manis pentadactyla yang menjadi saudara dari Manis javanica. Trenggiling (Manis javanica) atau dalam bahasa inggris disebut Sunda Pangolin adalah salah satu spesies dari genus Manis (Pangolin) yang hidup di Indonesia (Jawa, Sumatera, dan Kalimantan) dan beberapa negara lain di Asia Tenggara.

SANKSI PIDANA
Pada tanggal 18 Juli 2011 merupakan hari yang sangat tidak mengenakan bagi dua (2) orang terdakwa kasus perusakan sarang Trenggiling (Manis javanica) yakni Usup dan Rossi alias Kosasih warga Babakan Madang Bogor, karena vonis Hakim Pengadilan Negeri Cibadak menjatuhkan sanksi berupa pidana penjara 1 (satu) tahun 3 (tiga) bulan dan denda sebesar Rp. 30.000.000,- (tiga puluh juta rupiah) bagi terdakwa. Vonis tersebut lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum.

Terdakwa didakwa dengan pasal 40 ayat (2) Jo. Pasal 21 ayat (2) huruf e Undang-undang RI No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Terdakwa tersebut sudah diintai sejak 3 bulan melakukan aktifitas perburuannya di kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango.

Prestasi ini perlu dimasukan dalam catatan tersendiri mengingat hukuman denda yang cukup besar yakni 30 juta rupiah kepada setiap terdakwa, mungkin juga denda terbesar bagi perusak sarang trenggiling se- Indonesia.

Tindak kejahatan perburuan satwa dan perdagangan satwa merupakan tindak kejahatan yang bersifat jaringan, saat ini trenggiling merupkaan komoditi perdagangan internasional yang cukup menggiurkan oleh karena itu, POLHUT dan jajaran TNGGP bersatu padu untuk mengamankan kawasan dan juga tumbuhan dan satwa dari perburuan dan perdagangan satwa. Sumber (http://www.gedepangrango.org)