Sunday, April 29, 2012

CUK URANG SI RAJA UDANG

Cuk Urang termasuk keluarga Alcedinidae, sebetulnya nama local dari Raja Udang yang diberikan oleh masyarakat Yogyakarta. Cuk Urang berbeda dengan Pecuk Padi Phalacrocorax sulcirostris, walaupun sama-sama makan udang, ikan kecil, aneka reptil, kodok dan serangga. Mangsa dibunuh dengan memukul-mukulkannya ke batang pohon atau ke batu, baru dimakan.

Secara proporsional sebetulnya postur Cuk Urang ini tidak sebagus jenis burung lainnya. Semua Raja Udang (King Fisher) mempunyai kepala besar; memiliki paruh yang besar pula, panjang dan runcing, nampak kurang seimbang dengan ukuran tubuhnya yang relatif kecil. Kaki pendek, begitu juga lehernya. Tiga jari yang menghadap ke muka, saling melekat sebagian di pangkalnya.

Dahulu sekitar tahun 80an di daerah Ngaran, Margokaton Seyegan Sleman masih banyak dijumpai burung Raja Udang ini. Burung Raja Udang yang paling sering kelihatan adalah yang tubuhnya sangat kecil (14 cm) berwarna biru dan putih bagian atas, garis dadanya biru kehijauan mengkilap, mangkota dan penutup sayap bergaris hitam kebiruan, tenggorokan dan perut berwarna putih, iris coklat, paruh kehitam-hitaman dan kakinya merah. Sebetulnya memang masih banyak jenis Raja Udang lainnya yang memiliki warna cerah, terutama biru berkilau dan coklat kemerahan, di samping warna putih. Pola warna sangat beragam.

Sebagian jenis raja-udang hidup tak jauh dari air, baik kolam, danau, maupun sungai. Sebagian jenis lagi hidup di pedalaman hutan. Jenis Raja Udang menghuni daerah-daerah lahan basah seperti daerah-daerah aliran sungai, hutan mangrove, danau/telaga, rawa-rawa pesisir. Dahulu ikan-ikan di kolam orang tua sering dipanen oleh burung Cuk Urang ini, untuk jenis ikan kecil pasti habis disantap oleh burung ini, sedangkan jenis ikan yang sudah besar dan berat seperti ikan gurame biasanya yang diambil hanya kedua matanya saja. Para petani ikan di desa Ngaran biasanya memasang jala di atas kolam, sehingga terhindar dari hama Cuk Urang ini.

Raja Udang biasanya membuat sarang dalam lubang di tanah, tebing sungai, batang pohon atau sarang rayap. Meski raja-udang bukanlah makhluk yang resik, burung ini sangatlah subur. Banyak spesies burung mampu berbiak untuk kedua kalinya, antara 2-5 butir, biasanya keputih-putihan dan hampir bundar. Telur raja-udang pun menetas setelah dierami selama tiga minggu. Kedua induk dari burung yang telah menetas juga akan mencari makan dengan bersungguh-sungguh. Burung raja-udang adalah pemburu yang menyergap dengan tiba-tiba, bertengger di atas sebuah sungai sampai seekor ikan kecil masuk ke dalam jarak tembaknya. Ia bisa menukik, menyerang, dan terbang kembali ke tempatnya bertengger hanya dalam tempo dua detik. Si pemangsa lalu membanting mangsanya ke batang pohon untuk membuat korbannya itu pingsan. Selama tiga atau empat minggu lamanya burung-burung muda itu akan berdiam di sarang dan kedua induk bisa membawa 50 sampai 70 ekor ikan setiap hari sehingga serakan tulang ikan pun akan semakin menumpuk tinggi.

Dengan hidup menyendiri hampir sepanjang tahun, setiap raja-udang berusaha keras melindungi lahan yang dimilikinya untuk menjamin ketersediaan ikan yang cukup dan tempat bersarang yang baik. Suaranya sangat nyaring dan burung itu akan berkicau agar semua tahu kedatangannya, Perkelahian di antara raja-udang dimulai dengan kejar-kejaran berkecepatan tinggi dan sesekali patukan paruh. Kalau tawuran di udara tidak menyelesaikan masalah, nyawa bisa jadi taruhannya. Di tepi sungai, dua ekor raja-udang akan saling mengunci paruh lawan dan berusaha untuk menenggelamkan musuhnya tersebut.

Di waktu yang lain, musim kawin akan menjadi masa gencatan senjata antara burung jantan dan betina. Pendekatan sang jantan dilakukan tanpa basa-basi: dia meluncur cepat mendekati mantan musuhnya itu (si betina) sambil bersiul tinggi. Kalau si betina menerima kedatangannya, sang jantan akan menghujani kekasihnya itu dengan ikan segar, menyuapkan bagian kepala ikan itu terlebih dahulu ke dalam paruh sang pujaan hati. Pada satu kesempatan di mana sebuah gencatan senjata disepakati antartetangga, kedua sejoli akan menyatukan daerahnya – untuk sementara. Dari wilayah gabungan itu keduanya akan memilih sarang yang lama untuk digunakan kembali atau membuat sarang baru. Sepasang raja-udang biasanya membutuhkan waktu setidaknya 14 hari untuk memahat sebuah lubang sepanjang satu meter.

Karena bukan tipe pemilik rumah yang apik, burung raja-udang melapisi sarang yang diselimuti kegelapan itu dengan menaburkan lapisan tulang-tulang ikan kecil yang dimuntahkan dalam bentuk bola-bola kecil, kemudian bola-bola itu diremukkan ala kadarnya dengan paruh. Dahulu sarang Cuk Urang sering dijumpai di tebing sekitar tugu pompa, tebing di sini sangat dahulu sangat ideal untuk membuat sarang selain tempatnya yang sedikit gelap karena di bawah rindangan hutan bamboo, juga tanah di sini cukup gembur untuk di buat sarang Cuk Urang dengan paruh kuat mereka. Selain di daerah ini Cuk Urang juga banyak dijumpai di sawah sebelah selatan pasar Balangan yang lokasinya tidak jauh dengan hutan bamboo dan kelapa.

Seiring dengan mengeliatnya perekonomian di desa-desa wilayah Yogyakarta khususnya Sleman Barat, menjadikan habitat Cuk Urang pun ikut bergeser ke arah barat yaitu sekitar gunung Tugel sampai ke arah utara daerah Kedung Prahu dan Perbotan.

Klasifikasi ilmiah:
Kerajaan : Animal, Filum : Chordate, kelas : Aves, ordo : Coraciiformes, subordo :Alcedinus family : Alcedinidae, Helcyonidae dan Cerylidae.

Di seluruh dunia, terdapat kurang lebih 90 spesies burung raja-udang. Pusat keragamannya adalah di daerah tropis di Afrika, Asia dan Australasia.

jenis-jenis Raja Udang