Wednesday, April 4, 2012

TRENGGILING, SI "MANIS" YANG NYARIS PUNAH

Trenggiling (Manis Javanica, Desmarest 1822) merupakan hewan mamalia karena selain berdarah panas juga menyusui dan diantara sisiknya terlihat rambut. Binatang ini menurut CITES sudah masuk ke dalam appendix II yang artinya dilarang diperdagangkan. Sedang IUCN mencantumkannya dalam daftar risiko rendah serta hampir punah. Di Indonesia sendiri Trenggiling sudah termasuk satwa yang dilindungi, hanya saja greget keseriusan pemerintah dalam melindungi satwa ini masih kurang dapat dirasakan oleh masyarakat. Masih banyak warung-warung yang menyajikan masakan Trenggiling, bahkan pernah salah satu acara TV swasta dengan bangganya memberitakan keberadaan warung terlarang ini. Fakta seperti itu berarti perburuan dan pembantaian Trenggiling masih berlangsung, mungkin kalau saat ini aksi para pemburu liar tersebut jarang terlihat karena memang populasi Trenggiling di alam liar sudah turun dratis. Satwa ini menjadi terancam karena bagi masyarakat Asia Tenggara menyukai daging Trenggiling ini untuk disantap. Kabarnya rasa daging trenggiling yang berukuran kecil mirip daging bebek. Namun penyebab utama kepunahannya adalah rusaknya habitat trenggiling. Hutan yang dihabiskan di Asia Tenggara, India dan Afrika yang terutama menyebabkan satwa ini masuk dalam daftar mereka yang patut dilestarikan.

Klasifikasi ilmiah

Kerajaan:

Animalia

Filum:

Chordata

Kelas:

Mammalia

Ordo:

Pholidota

Famili:

Manidae

Genus:

Manis

Spesies:

M. javanica

Nama binomial

Manis javanica

Bahkan menurut salah satu sumber BKSDA Sleman yang di kutip http://purnasarie1.blogspot.com/ di wilayah Sleman saat ini sudah tidak terlihat penampakan satwa Trenggiling ini. Trenggiling terakhir sempat terlihat di daerah Kedung Prahu, Minggir Kab. Sleman sekitar tahun 80 an dan tertangkap warga kemudian membunuhnya untuk diambil daging dan sisiknya.

Menurut penulis saat ini di pinggiran Yogya dan sekitarnya seperti daerah Kulon Progo, Gunung Kidul maupun Muntilan mungkin masih ada beberapa populasi Trenggiling, hal ini dimungkinkan karena di pasar burung seperti Ngasem dan Muntilan masih ada satu-dua pedagang yang memperjualbelikan satwa dilindungi ini. Bahkan menurut kabar burung beberapa ekor Trenggiling di pasar burung besar seperti Pasar Pramuka Jakarta dipasok dari daerah Jawa Tengah.

Satwa ini tersebar di Nias, Mentawai, Sumatera, Riau. Pulau Lingga, Kalimantan, tentu saja di Jawa hingga Bali dan Lombok. Bisa dikatakan tersebar di Indonesia Barat. Bahkan sejenisnya pun bisa dijumpai di Burma, Malaysia – Singapura dan Filipina. Sedangkan saudara sejenisnya bisa dijumpai sampai di Afrika.

Panjang dari kepala hingga pangkal ekor mencapai 58 cm. Panjang ekor mencapai 45 cm. Berat tubuh trenggiling sekitar 2 kg.. Sedang pada jenis lain berkisar dari 30 cm hingga 100 cm. Hidup di permukaan tanah, trenggiling mampu memanjat pohon.Trenggiling biasa hidup di hutan dataran rendah yang kebanyakan daerahnya bersinggungan dengan daerah perumahan penduduk., Trenggiling menyantap semut dan rayap sebagai makanan favoritnya. Memiliki cakar yang panjang dan lidah yang menjulur sama panjangnya kurang lebih 1/3 panjang tubuhnya. Dengan cakar yang panjang memungkinkan satwa ini mengoyak sarang semut dan rayap. Lidahnya digunakan untuk menjilat buruannya. Semut dan rayap akan melekat di lidah trenggiling berkat ludahnya. Di bagian dada trenggiling terdapat kelenjar ludah yang sangat besar. Kelenjar ini menghasilkan cairan yang bisa merekat insekta.

Trenggiling (Manis javanica) merupakan binatang nokturnal yang aktif melakukan kegiatan hanya di malam hari. Satwa langka ini mampu berjalan beberapa kilometer dan balik lagi kelubang sarangnya yang ditempatinya untuk beberapa bulan.

Diwaktu siang Trenggiling bersembunyi di lubang sarangnya. Diantaranya ada yang tinggal diatas dahan pohon. Binatang ini suka bersarang pada lubang-lubang yang berada dibagian akar-akar pohon besar atau membuat lubang di dalam tanah yang digali dengan menggunakan cakar kakinya. Atau ia menempati lubang-lubang bekas hunian binatang lainnya. Pintu masuk kelubang sarang selalu ditutupnya.

Ketika baru lahir, lapisan sisiknya masih empuk. Setelah tumbuh dewasa sisik ini berubah mengeras. Sisik tersebut sebetulnya serupa dengan rambut pada satwa lainnya. Trenggiling dalam melindungi diri dari serangan bisa melingkar membentuk seperti bola. Dan memang sisiknya yang berlapis berperan sebagai tameng, sama seperti tank.

Mamalia ini dalam taksonomi termasuk pada ordo Pholidota, familia Manidae dan genusnya Manis. Sedang spesiesnya terdiri dari Manis gigantea, Manis temmincki, Manis tricuspis, Manis tetradactyla, Manis crassicaudata, Manis pentadactyla yang menjadi saudara dari Manis javanica. Trenggiling (Manis javanica) atau dalam bahasa inggris disebut Sunda Pangolin adalah salah satu spesies dari genus Manis (Pangolin) yang hidup di Indonesia (Jawa, Sumatera, dan Kalimantan) dan beberapa negara lain di Asia Tenggara.

SANKSI PIDANA
Pada tanggal 18 Juli 2011 merupakan hari yang sangat tidak mengenakan bagi dua (2) orang terdakwa kasus perusakan sarang Trenggiling (Manis javanica) yakni Usup dan Rossi alias Kosasih warga Babakan Madang Bogor, karena vonis Hakim Pengadilan Negeri Cibadak menjatuhkan sanksi berupa pidana penjara 1 (satu) tahun 3 (tiga) bulan dan denda sebesar Rp. 30.000.000,- (tiga puluh juta rupiah) bagi terdakwa. Vonis tersebut lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum.

Terdakwa didakwa dengan pasal 40 ayat (2) Jo. Pasal 21 ayat (2) huruf e Undang-undang RI No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Terdakwa tersebut sudah diintai sejak 3 bulan melakukan aktifitas perburuannya di kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango.

Prestasi ini perlu dimasukan dalam catatan tersendiri mengingat hukuman denda yang cukup besar yakni 30 juta rupiah kepada setiap terdakwa, mungkin juga denda terbesar bagi perusak sarang trenggiling se- Indonesia.

Tindak kejahatan perburuan satwa dan perdagangan satwa merupakan tindak kejahatan yang bersifat jaringan, saat ini trenggiling merupkaan komoditi perdagangan internasional yang cukup menggiurkan oleh karena itu, POLHUT dan jajaran TNGGP bersatu padu untuk mengamankan kawasan dan juga tumbuhan dan satwa dari perburuan dan perdagangan satwa. Sumber (http://www.gedepangrango.org)