Penulis agak sedikit bingung ketika akan menceritakan soal burung satu ini, karena pada waktu kecil orang tua (di Yogyakarta) menamakan burung sejenis puter ini dengan nama burung Katik. Namun setelah penulis cocokan dengan foto-foto burung Katik yang ada di FOBI kok nggak cocok. Memang sekilas mirip katik dengan burung Punai Gading yang saya maksud, maklumlah karena masih satu family Columbidae. Kadang Punai Gading ini juga disebut dengan nama Puter Lumut, karena anatominya seperti puter dengan bulu berwarna hijau lumut. Beberapa ras punai telah dideskripsikan namun perbedaan antar ras dianggap kurang nyata, kadang nama-nama lokalnya saling tumpang tindih membingungkan, sehingga masih perlu deskripsi yang lebih detil lagi.
Burung Katik (Chalcophaps indica) mempunyai warna bulu sayap yang hijau terang dan paruh berwarna merah. Sedangkan burung yang penulis maksud itu ini sepertinya termasuk keluarga Punai species Treron Vrenans (Punai Gading) dengan ciri-ciri sebagai berikut: kepala abu-abu kebiruan, sisi leher, tengkuk bawah, dan garis melintang pada dada berwarna merah jambu. Dada bagian bawah jingga, perut hijau dengan bagian bawah kuning, sisi-sisi rusuk dan paha bertepi putih, penutup bagian bawah ekor coklat kemerahan. Punggung hijau, bulu penutup ekor atas perunggu. Sayap gelap dengan tepi kuning yang kontras pada bulu-bulu penutup sayap besar. Ekor abu-abu dengan garis hitam pada bagian subterminal dan tepi abu-abu pucat. Betina: hijau, tanpa warna merah jambu, abu-abu, dan jingga seperti pada jantan.Iris merah jambu, paruh abu-abu biru dengan pangkal hijau, kaki merah.
Ingat Punai Gading ini kadang menyebabkan penulis merindukan saat-saat sekitar tahun 80’an, keaneka ragaman flora dan fauna Indonesia masih gampang dijumpai, apalagi di pedesaan-pedesaan. Kebalikannya dengan era reformasi yang berhembus justru semakin memperparah kerusakan daerah konservasi karena adanya berbagai perusakan hutan oleh masyarakat sehingga habitat burung semakin rusak. Perkembangan kota yang semakin luas juga menyebabakan vegetasi habitat burung semakin berkurang sehingga tidak ada tempat bagi burung untuk dapat berkembang biak dengan baik. Kota sebagai pusat aktifitas manusia semakin tidak memberikan ruang lingkup untuk kehidupan burung karena hilangnya pohon-pohon besar yang dapat digunakan sebagai salah satu habitat burung.
Dahulu di halaman rumah penulis yang cukup luas masih banyak ditumbuhi berbagai pohon besar yang salah satunya sering dihinggapi oleh Punai Gading ini. Penulis sendiri sudah lupa suara Punai Gading ini seperti apa, tetapi yang membekas di ingatan penulis hanya wajah manisnya saja. Biasa Punai Gading alias Katik (yk) datang berkelompok dan hinggap di pepohonan samping rumah. Biasanya Punai ini makan buah kecil-kecil seperti buah Kersen dan Salam.
Tempat hidup dan kebiasaan
Umum di hutan pantai, hutan magrove, hutan sekunder, hutan rawa-rawa, perkebunan yang berpohon jarang, di sekitar pemukiman, tempat-tempat terbuka dan lembah sampai ketinggian 1200 mdpl. Sepertinya populasinya semakin kecil di tempat yang semakin tinggi dari permukaan laut.Berkumpul dalam kelompok kecil, hinggap pada pohon buah-buahan (seperti bringin dan kersen) untuk mencari makan. Saat terganggu, terbang berdua atau bertiga dengan kepakan sayap yang keras. Pada malam dan pagi hari, mengeluarkan suara mendengkur lembut yang rendah dari tempat bertengger.
Sumber referensi:
Flickriver, FOBI, Kutilang Indonesia