Tuesday, May 8, 2012

BELALANG GORENG

Siapa tidak kenal dengan Belalang yang dalam bahasa Jawa dinamakan Walang (Valanga nigricornis, H. Burmeister, 1838), Shorthorned Grasshopper (Eng), belalang kayu, belalang jati (Ina) atau dikenal dengan nama belalang kunyit (May).

Belalang adalah serangga herbivora dari subordo Caelifera dalam ordo Orthoptera. Serangga ini memiliki antena yang hampir selalu lebih pendek dari tubuhnya dan juga memiliki ovipositor pendek. Suara yang ditimbulkan beberapa spesies belalang biasanya dihasilkan dengan menggosokkan femur belakangnya terhadap sayap depan atau abdomen(disebut stridulasi), atau karena kepakan sayapnya sewaktu terbang. Femur belakangnya umumnya panjang dan kuat yang cocok untuk melompat. Serangga ini umumnya bersayap, walaupun sayapnya kadang tidak dapat dipergunakan untuk terbang. Belalang betina umumnya berukuran lebih besar dari belalang jantan.

Bagi orang awam terutama orang perkotaan untuk membedakan belalang (Caryanda spuria), belalang kembara (Locusta migratoria) atau belalang kayu (Valanga nigricornis)mungkin masih membingungkan. Banyak spesies belalang di dunia ini, namun kali ini penulis hanya akan bercerita tentang belalang kayu (Valanga Nigricornis) yang enak dimakan sebagai lauk istimewa. Dari belalang kayu saja terdapat sekitar 18 subspesies yang diketahui tersebar di Indonesia, Malaysia, Thailand dan Filipina. Foto-foto belalang ini dapat anda lihat di majalah elektronik FOBI.

Belalang kayu hanya mempunyai 1 generasi per tahunnya. Belalang kayu yang ada di Jawa, telurnya bisa bertahan 6-8 bulan untuk melewati musim panas sebelum akhirnya menetas pada musim hujan. Belalang kayu yang ada di Malaysia hanya memerlukan waktu sekitar 60-75 hari sebelum akhirnya menetas. Sementara di Thailand, telur belalang kayu menetas dan nimfa berkembang di musim hujan dan belalang akan bertahan melewati musim panas sebagai belalang dewasa yang belum matang secara seksual (immature).

Belalang merupakan salah satu serangga yang mengalami proses metamorfosis tidak sempurna ya (hemimetabola) dimana hanya mengalami 3 tahapan perkembangan yang dimulai dari telur lalu nimfa yang merupakan serangga muda yang mempunyai sifat dan bentuk yang sama dengan dewasanya, dan yang terakhir adalah imago atau serangga dewasa. Baik nimfaataupun belalang kayu dewasa, keduanya sama-sama menyukai sinar matahari dan akan mencari tempat-tempat yang terbuka yang terkena sinar matahari langsung untuk hinggap seperti misalnya di pucuk-pucuk pohon atau tanaman. Umumnya belalang kayu ini aktif mencari makan pada siang hari.

Tahapan kehidupan nimfa (atau larva serangga lainnya) yang dilalui diantara proses pergantian kulit atau ekdisis satu dengan lainnya disebut ‘tahapan instar’. Nimfa belalang kayu akan berkembang dalam 6-7 kali ‘tahapan instar’ untuk belalang jantan, dan 7-8 kali ‘tahapan instar’ untuk belalang betina sebelum akhirnya menjadi belalang kayu dewasa.

Belalang atau dalam bahasa Jawa disebut walang merupakan serangga yang menurut para petani di manapun adalah perusak tanaman padi alias hama yang melahap pucuk daun padi muda sehingga membuat buah padi sulit untuk tumbuh. Belalang kayu saat ini telah menjadi oleh-oleh khas Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta karena sering dibeli orang dari luar daerah. Sejumlah penjaja serangga tersebut yang banyak dijumpai di pinggir jalan jurusan Semanu-Wonosari dan Paliyan-Trowono. Bahkan, warga dari Jakarta dan Bandung sering mampir untuk sekedar membeli belalang kayu itu, kemudian dibawa pulang keasalnya untuk makanan kecil atau lauk pauk.

Iwak walang” istilah orang Jawa untuk menyebut lauk belalang, memang merupakan lauk yang istimewa dari sisi kandungan gizinya, bahkan mengandung protein lebih banyak daripada kandungan protein udang windu. Belalang kayu ini mudah didapat dan beraroma khas selain mengandung protein yang tinggi yaitu 62,2 persen tiap 100 gramnya, juga tidak menimbulkan efek yang beracun atau berbahaya, bagi yang memakannya. Bagi mereka yang terbiasa menikmati jenis lauk ini, silahkan melihat buku resep hasil karya juru masak terkenal asal Belanda, Henk van Gurp, yang telah menulis Insect Cookbook, buku resep serangga pertama di Belanda. Bahkan apabila anda menyempatkan diri datang ke Yogyakarta terutama di daerah Gunung Kidul akan dengan mudah anda temukan sajian belalang-belalang goreng siap santap. Sekarang ini juga sudah bisa ditemukan sajian belalang dalam bentuk abon belalang.

Model menu abon belalang ini ditemukan oleh sekelompok mahasiswa jurusan pendidikan IPA Fakultas MIPA Universitas Negeri Yogyakarta Risti Hardiyanti Rukmana, Anggit Betania Nugrahani, Dwi Ana Rizki dan Mustofa. Mereka berharap dengan diketemukan cara mengolah belalang menjadi abon belalang ini akan dapat dijadikan sebagai oleh-oleh khas dari Gunungkidul bagi wisatawan yang berasal dari luar daerah, selain itu juga dapat meningkatkan nilai ekonomi belalang sehingga dapat memicu warga yang bermata pencaharian sebagai pencari belalang untuk lebih mengembangkan usahanya.

Klasifikasi ilmiah belalang kayu (Valanga nigricornis)
Kingdom: Animalia Linnaeus, 1758 – hewan (animals)
Phylum: Arthropoda Latreille, 1829 – hewan beruas (arthropods)
Subphylum: Hexapoda Latreille, 1825 – "berkaki enam"
Class: Insecta Linnaeus, 1758 – serangga (insects)
Order: Orthoptera Latreille, 1793 – belalang (grashoppers, locusts), belalang daun (katydids) dan jangkrik (crickets)
Suborder: Caelifera Ander, 1939 – belalang (short-horned grasshoppers)
Superfamily: Acridoidea (MacLeay, 1821) Burmeister, 1839
Family: Acrididae MacLeay, 1821 – belalang (grasshoppers)
Subfamily: Cyrtacanthacridinae W.F. Kirby, 1902
Tribe: Cyrtacanthacridini
Genus: Valanga Uvarov, 1923
Species: Valanga nigricornis (H. Burmeister, 1838)

Referensi:
Wikepedia, fotododi3384 (dodi estiara), FOBI