Sunday, October 30, 2011

BAJING DAN TUPAI

Siapa yang tidak kenal dengan Bajing dan Tupai, hampir semua mengenalnya, meskipun banyak orang yang menganggapnya sebagai binatang yang sama. Bajing dan Tupai adalah dua jenis hewan yang berbeda walaupun dari kedua jenis binatang tersebut sama-sama pintar dan hebat, sehingga orang Indonesia sering menggunkan istilah dari kata bajing dan tupai. Bajing dan Tupai memiliki perbedaan, Tupai sepintas mirip dengan bajing, tetapi berbeda anatomi dan perilakunya. Tupai mempunyai moncong sangat panjang (bagian muka, mulut dan hidung) sedangkan tidak demikian dengan bajing yang pada bagian mulut dan hidungnya relatif agak rata.

Bajing merupakan mamalia pengerat (ordo Rodentia) dari suku (famili) Sciuridae yang dalam bahasa Inggris disebut squirrel. Sedangkan Tupai berasal dari famili Tupaiidae dan Ptilocercidae yang dalam bahasa Inggris disebut treeshrew. Secara ilmiah (ilmu biologi), Bajing berbeda dengan Tupai, bahkan sangat jauh kekerabatannya.
Dalam hal makanannya pun berbeda. Bajing merupakan binatang pengerat yang memakan buah-buahan sedangkan Tupai merupakan binatang pemakan serangga.

Tupai
Tupai adalah segolongan mamalia kecil yang mirip, dan kerap dikelirukan, dengan bajing. Secara ilmiah, tupai tidak sama dan jauh kekerabatannya dari keluarga bajing. Tupai adalah pemangsa serangga, dan dahulu dimasukkan ke dalam bangsa insektivora (pemakan serangga) bersama-sama dengan cerurut, sedangkan bajing dan bajing terbang termasuk bangsa Rodentia (hewan pengerat) bersama-sama dengan tikus.

Dalam bahasa Inggris, tupai disebut treeshrew, yang arti harfiahnya cerurut pohon (tree pohon, shrew cerurut) meskipun tidak semuanya hidup di pohon (arboreal).
Tupai memiliki otak yang relatif besar. Rasio besar otak berbanding besar tubuh pada tupai adalah yang terbesar pada makhluk hidup, bahkan mengalahkan manusia.

Tupai sebelumnya diklasifikasiskan sebagai primata dan insectivora, tetapi sekarang diperlakukan sebagai suku tersendiri, dan sebagian zoologiwan dikelompokkan sebagai suku tersendiri, Scandentia. Ke-8 jenis Tupaia yang terdapat dipulau Kalimantan sangat mirip satu sama lain, tetapi biasanya dapat dibedakan dengan pengamatan yang hati-hati terhadap pola warna dan ukuranya. Bajing-Tanah moncong-runcing Rhiosciurus laticaudatus kadang bila terlihat dari jauh mirip seekor tupai, tetapi dapat dibedakan dari ekornya yang lebih pendek, tubuh bagian bawah lebih pucat dan jika ditangkap jari kaki depan akan mengalami perubahan dan gigi yang sangat berbeda. Anggota suku tupaidae lainya adalah tupai ekor sikat, yang sepintas berbeda dari tupaia dan merupakan satu-satunya anggotasuku yang norkturnal, dan tupai ekor kecil yaitu ras yang terdapat di pegunungan dan ekornya panjang serta kurus.

Tupai pernah dipisahkan dari cerurut dan tikus bulan yang tetap berada dalam bangsa Insectivora, dan dipindahkan ke dalam bangsa Primata yang beranggotakan kukang, singapuar, monyet dan kera. Pemindahan ini karena kemiripan internal tupai dengan bangsa monyet itu, sehingga dianggap sebagai golongan primata awal.

Namun menurut pendapat terbaru berdasarkan kajian kekerabatan molekuler (molecular phylogeny), kini tupai digolongkan tersendiri ke dalam bangsa Scandentia; yang bersama-sama dengan kubung (bangsa Dermoptera) dan bangsa Primata di atas, menyusun kelompok hewan yang disebut Euarchonta. Gambaran cabang-cabang kekerabatan tersebut adalah sebagai berikut:
Euarchontoglires
|--Glires
| |--hewan pengerat (Rodentia), termasuk bajing.
| |--kelinci dan terwelu (Lagomorpha)
\--Euarchonta
|--tupai (Scandentia)
\--N.N.
|--kubung (Dermoptera)
\--N.N.
|--Plesiadapiformes (telah punah)
\--primata (Primata)

Scandentia terdiri dari dua suku yakni Tupaiidae dan Ptilocercidae. Pendapat lain (misalnya Corbet dan Hill, 1992) menyebutkan bahwa bangsa ini terdiri dari suku tunggal Tupaiidae, dengan dua anak suku: Tupaiinae dan Ptilocercinae. Ptilocercidae berisikan satu marga dan satu spesies saja, yakni tupai ekor-sikat Ptilocercus lowii. Sedangkan Tupaiidae memiliki 4 marga dan 19 spesies.

Pulau Kalimantan (Borneo) kemungkinan merupakan pusat keragaman jenis-jenis tupai, mengingat sebelas (12 jika Palawan dimasukkan) dari 20 spesies tupai di dunia dijumpai di sana. Rincian jenis dan penyebarannya adalah sebagai berikut:
• ORDO SCANDENTIA
Suku Tupaiidae
Genus Anathana
Tupai madras (Anathana ellioti). Menyebar di anak benua India.
Genus Dendrogale
Tupai ekor-kecil indochina (Dendrogale murina) Kamboja, Vietnam selatan, Thailand timur.
Tupai ekor-kecil (Dendrogale melanura). Terbatas di Sarawak bagian utara.
Genus Tupaia
Tupai indochina (Tupaia belangeri). Assam, Bangladesh, Burma, Tiongkok selatan, Thailand, Indochina, Hainan.
Tupai mentawai (Tupaia chrysogaster). Kepulauan Mentawai.
Tupai bergaris (Tupaia dorsalis). Borneo.
Tupai akar (Tupaia glis). Semenanjung Malaya, Sumatra, Jawa dan Borneo.
Tupai ramping (Tupaia gracilis). Borneo, Karimata, Bangka dan Belitung.
Tupai kekes (Tupaia javanica). Sumatra, Nias, Jawa dan Bali.
Tupai kaki-panjang (Tupaia longipes). Sarawak.
Tupai kecil (Tupaia minor). Semenanjung Malaya, Sumatra, Borneo, dan beberapa pulau seperti Singkep dan Pulau Laut.
Tupai kalamian (Tupaia moellendorffi). Pulau Calamian, Filipina.
Tupai gunung (Tupaia montana). Terbatas di pegunungan di Sarawak.
Tupai nikobar (Tupaia nicobarica). Terbatas di Kepulauan Nikobar.
Tupai palawan (Tupaia palawanensis). Terbatas di Palawan, Filipina.
Tupai tercat (Tupaia picta). Terbatas di Sarawak.
Tupai indah (Tupaia splendidula). Borneo bagian selatan, Karimata, Natuna, dan Pulau Laut.
Tupai tanah (Tupaia tana). Sumatra dan Borneo.
Genus Urogale
Tupai mindanao (Urogale evereti). Terbatas di Mindanao dan pulau-pulau sekitarnya, Filipina.
o Suku Ptilocercidae
Genus Ptilocercus
Tupai ekor-sikat, Ptilocercus lowii. Semenanjung Malaya, Sumatra, Borneo dan pulau-pulau di sekitarnya.

Bajing
Bajing memiliki moncong yang tidak terlalu panjang seperti halnya tupai, bagian muka (mulut dan hidung) relati agak rata atau datar. Bajing memiliki 2 famili atau 2 anak suku antara lain, famili dari Sciuridae (Bajing pohon dan Bajing tanah) dengan jumlah 20 spesies dan famili dari Ptromydae (Bajing terbang) dengan jumlah 14 spesies.

Kerajaan (Kingdom) : Animalia
Dunia (Phyllum) : Chordata
Anak Dunia (Sub Phyllum) : Vertebrata
Kelas (Clasis) : Mamalia
Bangsa (Ordo) : Scandentia ( 2 famili, 34 spesies)

A. Famili Scuiridae
Sebagian bajing ini hidup pada lapisan bawah tanah (teresterial) dan sebagian ada yang hidup di poho (arboreal). Beberapa bajing terlihat sangat mirip, tetapi biasanya dapat diidentifikasi memalui perbedaan pola warna jika binatang ini terlihat jelas. Namun konisi yang ideal jarang sekali, dan banyak bajing tanah hanya terlihat sepintas dalam cahaya yang suram, sedangkan bajing pohon sering tersamar oleh dedaunan atau seperti bayanga di langit. Tropong (Binokular) sangat membantu untuk melihat bajing, dan ada jenis tertentu, kecuali jelarang dan bajing kerdil, cukup mudah diperangkap dalam kandang perangkap untuk diamati lebih dekat. Bajing tanah moncong runcing Rhinosciurus laticaudatus mungkin dari jauh tampak seperti seekor Tupaia karena moncongnya yang meruuncing, tetapi dapat dibedakan dari ekornya yang lebat dan lebih pendek.

B. Famili Pteromydae
Bajing ini dapat terbang (melayang dari atas ke bawah), walaupun tidak dapat benar-benar terbang seperti kelelawar, jenis ini mempunyai membaran diantara kaki depan dan belakang yang memungkinkan melayang jauh diantara pepohonan. Tidak seperti Kubung Malaya , yang juga melayang , ekor bajing terbang tidak terselubung oleh membran.

Bajing terbang kebanyakan norkturnal, dan lebih aktif diantara pepohonan, sehingga binatnag ini sangat sulit dilihat. Bajing terang yang lebih besar terutama aktif pada sore hari. Jika cahaya cukup atau lampu kepala dan lampu sorot yang kuat tersedia, keempat jenis terbesar biasanya dapat dibedakan, terutama dengan binokular. Walaupun demikian, bajing-bajing yang terbang berukuran kecil sampai dengan sedang kelihatan sangat mirip, terutama bajing terbang pipi jingga, bajing terbang pipi kelabu, dan bajing terbang pipi merah sulit diidentifikasi. Pada spesimen musium Petinomys yang lebih kecil dapat dibedakan dengan hylopetes melalui bentu tengkorak. Bajing terbang memiliki ujung ekor putih yang dapat digunakan sebagai ciri pembeda.

Bajing terbang kecil kadang dapat ditangkap dengan jaring kabut pada malam hari, tetapi biasanya ditangkap hanya dengan mencari lubang sarang terlebih dahulu pada batang pohon. Sejumlah besar bajing terbang yang ditangkap dengan cara ini adalah anakan dan sulit untuk diidentifikasi.

Ordo Family Scientific Name Indonesia Name
Scandentia
1 Sciuridae
1 Ratufa affinis Jelarang Bilalang
2 Callosciurrus prevostii Bajing Tiga Warna
3 Callosciurrus baluensis Bajing Kinabalu
4 Callosciurrus notatus Bajing Kelapa
5 Callosciurrus adamsi Bajing Telinga Botol
6 Callosciurrus orestes Bajing Kelabu
7 Sundasciurus hippurus Bajing Ekor Kuda
8 Sundasciurus lowii Bajing Ekor Pendek
9 Sundasciurus tenuis Bajing Bancirot
10 Sundasciurus jentinki Bajing Jentink
11 Sundasciurus brookei Bajing Brooke
12 Glyphotes simus Bajing Kerdil Perut Merah
13 Lariscus insignis Bajing Tanah Bergaris Tiga
14 Lariscus hosei Bajing Tanah Bergaris Empat
15 Dremomys everetii Bajing Gunnung
16 Rhinosciurus laticaudatus Bajing Tanah Moncong Runcing
17 Nannosciurus melanotis Bajing Kerdil Telingan Hitam
18 Exilisciurus exilis Bajing Kerdil Dataran Rendah
19 Exilisciurus whiteheady Bajing Kerdil Telinga Kuncung
20 Rheithrosciurus macrotis Bajing Tanah Ekor Tegak
2 Pteromydae
1 Petaurillus hosei Bajing Terbang Hose
2 Petaurillus emiliae Bajing Terbang Emili
3 Lomys horsfield Bajing Terbang Ekor Merah
4 Aeromys tephromelas Bajing Terbang Hitam
5 Aeromys thomasi Bajing Terbang Coklat Merah
6 Petinomys hageni Bajing Terbang Kepala Tengguli
7 Petinomys genibarbis Bajing Terbang Berjambang
8 Petinomys setosus Bajing Terbang Dada Putih
9 Petinomys vordermanni Bajing Terbang Pipi Jingga
10 Hylopetes lepidus Bajing Terbang Pipi Kelabu
11 Hylopetes spadiceus Bajing Terbang Pipi Merah
12 Pteromyscus pulverulentus Bajing Terbang Berbedak
13 Petaurista petaurista Bajing Terbang Rakasasa Merah
14 Petaurista elegans Bajing Terbang Totol

Tuesday, October 18, 2011

KAMBING KACANG

Kambing Kacang merupakan kambing asli Indonesia yang terkenal mudah dikembangbiakan, mudah beradaptasi dengan dengan iklim di Indonesia termasuk dengan kondisi pemeliharaan yang sangat sederhana. Hampir semua jenis dedaunan baik kering maupun basah disukai oleh kambing ini.

Sebetulnya masih ada juga kambing asli Indonesia yang mirip dengan Kambing Kacang ini, hanya saja dengan postur yang lebih kecil begitu juga dengan tanduknya bahkan seringkali untuk jenis betina terlihat hanya sebagai tonjolan kecil tulang saja, telinga berdiri menghadap ke samping arah depan. Kambing yang mirip dengan Kambing Kacang ini biasa ditemukan didaerah Sulawesi Selatan disebut dengan Kambing Marica (Anda pasti ingat dengan judul lagu anak-anak “Ca Ca Marica Anak Kambing Saya”).

Walaupun postur Kambing Kacang tidak sebesar Kambing Ettawa, tetapi Kambing Kacang ini cocok sebagai penghasil daging dan kulit yang cukup berkualitas. Bulu Kambing Kacang ini pendek dan terdapat 4 jenis warna bulunya yaitu coklat, hitam, putih dan campuran dari ketiga warna tersebut. Kambing jantan maupun betina sama-sama mempunyai tanduk berbentuk pedang yang melengkung ke atas sampai ke belakang. Biasanya tanduk kambing jantan lebih besar dari pada yang betina.

Berbeda dengan Kambing Ettawa yang bertelinga panjang, Kambing Kacang ini bertelinga pendek dan menggantung. Kambing jantannya pada dagunya selalu dihiasi janggut yang panjang, sementara dagu yang betina jarang ditemukan janggut. Leher pendek dan punggung melengkung. Kambing jantan bersurai panjang dan kasar sepanjang garis leher, pundak, punggung sampai ke ekor.

Tingkat kesuburan Kambing Kacang ini cukup tinggi, dengan tingkat kemampuan hidup dari lahir sampai usia sapih 79,4%. Rata-rata bobot anak lahir 3,28 kg dan bobot sapih (umur 90 hari) sekitar 10,12kg. Sifat prolifik anak kembar dua sebesar 52, 2%, untuk kembar tiga 2,6% dan anak tunggal saja 44,9%. Usia mulai dewasa kelamin untuk Kambing Kacang ini pada rata-rata umur 307,72 hari, sedangkan persentasi karkas 44 – 51%. (sumber : Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan BPPP Departemen Pertanian).

Kambing Kacang ini termasuk jenis kambing yang berpostur kecil seperti jenis lainnya yang serupa yaitu Kambing Samosir dan Kambing Marica. Kambing Kacang sebagai kambing asli Indonesia perlu dilakukan upaya pelestariannya, karena dikawatirkan para peternak kurang menyukai akhirnya tersingkir oleh Kambing berpostur besar seperti Ettawa dan Kambing Muara. Begitu juga kambing-kambing berpostur sedang seperti Kambing Kosta, Kambing Gembrong dan Kambing Benggala juga mulai digemari oleh para peternak kambing.

Saat ini sudah banyak usaha untuk mengkawin silangkan antara Kambing Kacang dengan Kambing Ettawa yang menghasilkan Kambing Peranakan Ettawa (PE). Dengan ciri penampilan mirip Ettawa tetapi lebih kecil. Kambing ini mempunyai tipe dwiguna yaitu sebagai penghasil daging dan susu perah. Peranakan yang mirip dengan Kambing Kacang disebut Blingon atau Jawa Randu biasanya diperuntukan sebagai tipe pedaging.

baca selengkapnya

Thursday, October 13, 2011

DURIAN MERAH (DURIO)

Kalau di Kalimantan terkenal dengan Arwana Merahnya, sebetulnya masih ada satu lagi warna merah tetapi dari jenis buah-buhan liar yang menarik untuk dicoba. Jika Anda sedang berjalan-jalan ke Kalimantan khususnya di daerah Balikpapan, Samarinda dan Palangkaraya Anda akan mudah menemukan Durian Merah buah ini termasuk golongan durian liar.

Rasanya mendekati durian tetapi agak manis, legit dan baunya tidak bertahan lama seperti durian dan mudah di temukan. Buah Durian Merah, kelihatannya masih kerabat dekat dengan durian akan tetapi kulit pada umumnya berwarna kuning dan daging buah berwarna merah pula, daging buah pada umumnya tebal dan renyah atau tidak lembek kalau dari segi bau Durian Merah ini tidak terlalu menyengat dan harus lebih dekat penciuman kita kalau ingin mengetahuai baunya, buah ini masih banyak kita temui pada saat ini karena pohonnya bisa tumbuh di mana aja dan bisa di budidayakan seperti halnya pohon durian. Dan satu hal yang penting karena kurang disyukuri buah ini sebagai anugerah Tuhan yang unik dan langka, maka sekarang ini banyak masyarakat yang menebang pohon Durian Merah ini dengan alas an tidak bernilai ekonomis.

Klasifikasi ilmiah
Kerajaan: Plantae
Divisi: Magnoliophyta
Kelas: Magnoliopsida
Ordo: Malvales
Famili: Malvaceae (Bombacaceae)
Genus: Durio

Di daerah Kalimantan sendiri sebetulnya tidak terlalu sulit untuk menemukan pohon durian merah ini, tetapi budidaya secara intensif belum dilakukan secara optimal. Hal ini berarti masih terbuka peluang untuk budidaya durian merah sehingga bernilai ekonomis seperti saudaranya yaitu durian montog. Dengan metode rekayasa genetika kemungkinan akan lebih cepat dihasilkan jenis durian merah yang berkualitas nomor satu. Dari sisi tampilan dan nama saja sudah akan membuat orang tertarik untuk mencicipinya, apalagi didukung dengan rasa yang benar-benar mak..nyosss…pasti akan membuat Anda semua ketagihan.

Sebetulnya masih ada satu lagi Durian Merah jenis lain di Kalimantan dikenal dengan nama Durian Lahong. Durian Lahong ini sungguh unik. Selain bunganya berwarna merah, kulit buahnya juga berwarna merah hingga merah tua.

Durian Lahong ini berbeda dengan kerabatnya Durian Merah "Buah Lay (Durio graveolens)", Walaupun Buah Lay (terutama Lay Rencong) buahnya berwarna merah, tetapi kulit buahnya tidak merah. Durian Lahong ini kulit buahnya juga tak terbelah meski buah masak telah jatuh dari pohon.

Sunday, October 9, 2011

KWENI DAN PAKEL (BACANG)

Penulis kali ini mencoba menerangkan perbedaan buah Pakel (Bacang) dengan Kweni, yang keduanya merupakan keluarga mangga-manggaan. Alasan saya menulis ini karena kedua pohon dan beserta buahnya mirip satu sama lainnya, serta yang terakhir alasannya karena kedua pohon ini “hampIr punah” (baca: jarang ditemui), tergusur oleh saudaranya yang lebih manis dan menarik yaitu Mangga. Orang lebih suka menanam pohon Mangga karena lebih bernilai ekonomis dibanding Kweni maupun Pakel.

Saat ini kalau kita berkunjung ke kawasan kraton Yogyakarta masih dapat kita jumpai Alun-alun yang dibatasi oleh pohon Pakel dan Kuweni (keduanya adalah jenis mangga). Ada yang menarik dari kedua jenis pohon ini, terutama jika dipandang dari sudut budaya Jawa. Dalam filosofi mikrokosmos orang Jawa, khususnya yang dianut oleh Kraton Ngayogyakarto Hadiningrat, Pakel sama artinya dengan akil-balik, yang melambangkan kedewasaan. Dan Kuweni diambil dari kata ‘wani’ yang berarti berani. Pohon Pakel dan Kweni terdapat di lapisan luar dari mikrokosmos kraton Yogyakarta, sedangkan Pohon Pelem (Mangga) terdapat di lapisan ketiga. Pada lapisan ini terdapat Pelataran Kemandungan Utara dan Pelataran Kemandungan Selatan, yang merupakan ruang transisi menuju pusat. Kemandungan itu sendiri berasal dari kata “ngandung” yang berarti kehamilan, sedangkan Pelem (Mangga) berasal dari kata “gelem”, berarti mau saling pengertian.

Sebetulnya seperti apakah Pakel dan Kweni ini, marilah kita kupas satu persatu kedua buah yang sudah mulai langka ini.

PAKEL / BACANG

Bacang adalah nama sejenis pohon buah yang masih sekerabat dengan mangga. Orang sering menyebut buahnya sebagai bacang, ambacang (Min.), embacang atau mangga bacang dan orang sunda menyebutnya limus, daging buahnya agak gatal karena getahnya. Juga dikenal dengan aneka nama daerah seperti limus (Sd.), asam hambawang (Banjar), macang atau machang (Malaysia), maa chang, ma chae atau ma mut (Thailand), la mot (Myanmar) dll. Dalam bahasa Inggris disebut bachang atau horse mango, sementara nama ilmiahnya adalah Mangifera foetida.

Bacang berkerabat dekat dan kadang-kadang dikelirukan dengan kuweni, yang belakangan ini memiliki rasa dan keharuman yang lebih halus, sehingga banyak disukai orang. Buah Pakel seratnya lebih kasar jika dibanding dengan buah Kweni, apalagi dibanding buah Mangga kalah jauh. Selain itu kulit buah Pakel lebih tebal daripada buah Kweni.
Di Kalimantan juga dikenal kerabat dekatnya yang disebut asam payang (Mangifera pajang). Jenis endemik Kalimantan ini berbuah lebih besar, berkulit lebih tebal, manis asam, dan baunya tidak begitu menyengat.

Klasifikasi ilmiah
Kerajaan: Plantae
Filum: Magnoliophyta
Kelas: Magnoliopsida
Ordo: Sapindales
Famili: Anacardiaceae
Genus: Mangifera
Spesies: M. foetida
Nama binomial
Mangifera foetida

Pohon Pakel ini termasuk pohon besar berbatang lurus, dapat mencapai 30-35 m. Kulit kayunya coklat sampai coklat kelabu tua, memecah beralur dangkal. Bila dilukai (semua bagian tanaman) mengeluarkan getah bening kelabu keputihan, yang lama-lama menjadi kemerahan dan menghitam. Getah ini tajam, gatal dan dapat melukai kulit (terutama selaput lendir). Tidak memiliki banir (akar papan).

Daun agak kaku dan serupa kulit, bertangkai panjang kaku 1,5 – 8 cm, lembar daun kurang lebih berbentuk jorong memanjang, 9-15 × 15-40 cm, gundul dan hijau tua.
Perbungaan dalam malai agak di ujung, tegak bercabang-cabang, seperti piramida, 10-40 cm panjangnya, merah tua sampai merah tembaga. Bunga lebat kecil-kecil, berbilangan 5; kelopak 4-5 mm, bundar telur terbalik; mahkota 6-9 mm, lanset menyempit, merah jambu sampai kuning pucat di ujung.

Buah batu lonjong bulat telur atau hampir bulat, 7-12 × 9-16 cm, berkulit tebal dan gundul, hijau sampai kekuning-kuningan, kusam, dengan bintik-bintik lentisel yang berwarna kecoklatan. Daging buah jika masak berwarna kuning-jingga pucat sampai kuning, berserat, asam manis rasanya dan banyak mengandung sari buah, harum menyengat agak seperti terpentin.

Manfaat
Bacang terutama ditanam untuk buahnya, yang biasa dimakan dalam keadaan segar jika masak. Wanginya yang khas menjadikan buah ini digemari sebagai campuran minuman atau es, meski masih kalah kualitas jika dibandingkan dengan kuweni (Mangifera odorata).
Getah bacang yang gatal juga terdapat pada buahnya; akan tetapi jika masak, getah ini terbatas berada hanya pada kulitnya. Dengan demikian buah bacang perlu dikupas agak tebal, supaya getah itu tidak melukai mulut dan bibir dan menyebabkan bengkak-bengkak. Buah bacang yang muda biasanya direndam dalam air garam, sesudah dikupas dan dipotong-potong, agar dapat dijadikan rujak atau asinan. Buah yang warna kulitnya, hijau, kuning, berbintik hitam ini, yang masih muda kerap digunakan sebagai campuran dalam membuat sambal, atau yang separo masak biasa dibuat campuran rujak, dan apabila sudah masak daging buahnya berwarna kuning dengan aroma harum yang khas dan getahnya agak berkurang, akan tetapi daging buah bacang sangat berserat, mungkin itu sebabnya wanginya bacang jadi kurang diminati.Di Kalimantan Timur, bacang juga kerap digunakan sebagai asam dalam membuat sambal.

Kayu bacang tidak begitu baik kualitasnya, namun kadang-kadang dimanfaatkan dalam konstruksi ringan di dalam rumah. Daunnya dapat digunakan sebagai penurun demam, dan bijinya untuk mengobati penyakit jamur, kudis dan eksim. Getahnya untuk memperdalam gambar tato tradisional.

KWENI
Kuweni atau kuwini (Mangifera × odorata Griffith) adalah sejenis mangga-manggaan yang masih berkerabat dekat dengan bacang. Tumbuhan ini memiliki buah yang harum dan daging buah yang lembut. Konsistensi daging buah kuweni lebih padat daripada bacang dan seratnya lebih halus. Karakternya berada di antara mangga dan bacang, dan para ahli juga menganggapnya sebagai hibrida antarspesifik alami antara mangga dan bacang.

Buah ini dikenal dengan nama-nama yang serupa di pelbagai bahasa daerah: kweni, asam membacang, macang, lekup (Mly.); kuwini, ambacang, embacang, lakuik (Mink.); kuweni, kebembem (Btw.); kaweni, kawini, bembem (Sd.); kaweni, kuweni, kweni (Jw.); kabeni, beni, bine, pao kabine (Md.), pao kaeni (P. Sapudi); kweni, weni (Bal.); mangga kuini (Sulut); kuini, guin, koini, kowini, koine, guawe stinki, sitingki, hitingki (aneka sebutan di Maluku), dan lain-lain.

Di Sabah ia disebut huani atau wani, sedangkan di Filipina dinamai huani, uani atau juani.

Klasifikasi ilmiah
Kerajaan: Plantae
Filum: Magnoliophyta
Kelas: Magnoliopsida
Ordo: Sapindales
Famili: Anacardiaceae
Genus: Mangifera
Spesies: M. × odorata
(M. indica × M. foetida)
Nama binomial
Mangifera × odorata

Pohon berukuran sedang, dengan tinggi antara 10-15 (jarang hingga 20) m. Berbatang lurus dengan tajuk bundar atau bundar telur melebar. Seluruh bagian tanaman, apabila dilukai, akan mengeluarkan getah berbau terpentin, yang mula-mula bening namun lama kelamaan akan menjadi coklat kehitaman. Getah ini bersifat menggatalkan bila terkena kulit.

Daun tunggal tersebar, bentuk lonjong sampai lanset, 12-35 x 4-10 cm, dengan ujung daun meluncip pendek, bertangkai 3-7 cm yang pangkalnya menggembung. Helai daun menjangat, dengan urat-urat daun yang tampak jelas terutama di sisi bawah.
Karangan bunga dalam malai serupa piramida di ujung ranting, 15-50 cm panjangnya, dengan banyak kuntum bunga kecil-kecil. Bunga berbilangan 5 (-6), dengan diameter sekitar 6 mm, berbau harum. Kelopak bundar telur, merah coklat atau kehijauan, 3-4 mm panjangnya; daun mahkota bentuk lanset, 5-6 x 1,2-2 mm, dengan pangkal kekuningan dan ujung merah jambu pucat. Tangkai sari panjangnya sekitar 5 mm dan tangkai putik 3-5 mm.

Buah batu berbentuk lonjong-jorong miring, lk. 10-13 x 6-9 cm, kulitnya berwarna hijau sampai kekuningan, dengan bintik-bintik lentisel berwarna kecoklatan yang jarang-jarang. Kulit buah agak tebal, 3-4 mm, dengan daging berwarna kuning sampai agak jingga, manis-asam, berserat, mengandung banyak sari buah. Bau harum agak seperti terpentin, mirip bau buah bacang. Meski hampir serupa, buah kuweni agak mudah dibedakan dari bacang yang lebih bulat dan berkulit lebih keras dan tebal, dengan banyak bintik lentisel berjarak agak rapat.

Manfaat
Sebagaimana Mangga, Kuweni juga populer sebagai tanaman pekarangan. Pohon ini ditanam terutama untuk diambil buahnya, yang disukai orang karena keharumannya. Buah ini, manakala masak, dimakan sebagai buah meja atau dijadikan campuran minuman. Mutu buah Kuweni bervariasi bergantung pada kultivarnya, yang dianggap paling baik ialah yang baunya tak begitu menyengat, manis, dengan daging yang tak begitu berserat dan banyak sari buahnya.

Inti bijinya ditumbuk untuk dijadikan tepung, sebagai bahan pembuatan makanan sejenis dodol. Kulit batang kuweni digunakan sebagai bahan obat tradisional.
Seperti halnya bacang buah inipun sering dijadikan bahan pembuat rujak, asinan dan manisan, buah kweni inipun sudah hampir dilupakan orang, sudah tidak ada lagi orang menjualnya.

Masih banyak lagi buah-buahan asli Indonesia yang kini nyaris dilupakan orang, jauh sebelum banjirnya buah infort di Indonesia, buah-buahan tersebut memang sudah sulit dicari dipasar, terlebih dengan banjirnya buah infort tersebut dengan harga yang terjangkau banyak orang, membuat buah-buahan tersebut tersingkirkan, sama sekali hilang dari pasaran.

Diantaranya yang saya sebutkan diatas, sekalipun ketika sudah masak, rasanya manis dan harum, namun karena daging buahnya yang berserat, terlebih lagi bacang sehingga kurang diminati, tapi andai ada niat, buah tersebut bisa disiasati, dipasarkan dalam bentuk sirup atau sari buah.

Bagi pemilik modal, sirup atau sari buah ini rasanya cukup menjanjikan, punya nilai ekonomis tinggi. Mendapat keuntungan sekaligus melestarikan buah asli Indonesia dari kepunahan, jangan sampai anak cucu cuma kenal nama, tanpa kenal rupa.

Friday, October 7, 2011

SRITI DAN WALET

Sriti adalah sebangsa burung layang-layang yang masih saudara dekat dengan Walet. Secara anatomi burung Sriti mirip dengan Walet, bahkan karena kemiripan inilah banyak pengusaha Walet seringkali memaksa Sriti untuk bertukar telur dengan Walet, hal ini terjadi jika di peternakan populasi Walet masih lebih sedikit dibanding populasi Sriti. Telur yang ditukar sebaiknya memiliki umur sama agar sriti tidak merasa dibohongi. Di rumah sriti yang belum banyak walet, keberhasilan penetasan 10%. Artinya dari 100 telur menetas, yang hidup sampai dewasa 10 ekor. Namun, begitu populasi walet mencapai 100 sarang, sukses penetasan mencapai 30%. Pergantian telur harus sesering mungkin karena populasi terlalu sedikit menyebabkan walet merasa tidak aman di tengah-tengah koloni sriti. Ruangan sebaiknya dibuat lebih gelap agar anak walet betah dan Sriti yang suka terang pindah ke tempat lain.

Sarang Sriti (Collocalia Esculenta) dibangun dari material seperti daun cemara, rumput, dan lumut laut yang direkatkan oleh air liur burung. Sedangkan sarang Walet (Collocalia Fuciphaga) murni terbuat dari liur walet. Harga sarang Sriti lebih murah, berkisar Rp500.000/kg; sarang Walet Rp 10-juta/kg tergantung kualitas.

Saat ini Sriti memang belum termasuk burung yang dilindungi, tetapi kalau melihat perubahan alam desa yang kurang bersahabat dengan kelangsungan hidup satwa ini tentu nantinya kita hanya akan melihat Sriti di sentra-sentra peternakan Walet. Itupun mungkin hanya di awal ketika peternakan itu baru akan mulai, tentu saja jika populasi Walet telah melimpah pasti Sriti akan terusir karena sudah tidak ekonomis lagi.

Dahulu sekitar tahun 80an di atas langit desa Ngaran Margokaton yang masuk wilayah Kabupaten Sleman DIY masih banyak terlihat Sriti berterbangan mencari mangsa atau pada sore hari ketika burung-burung ini terbang pulang ke sarangnya. Laron dan Capung biasanya menjadi santapan utama bagi Sriti ini selain serangga yang melimpah di areal persawahan yang terdapat di sekliling desa tersebut.

Populasi yang menurun ini kelihatannya di pengaruhi oleh factor lingkungan yang sudah tidak bersahabat lagi, walaupun Sriti tidak hinggap di pepohonan, tetapi akibat banyaknya pepohonan yang di tebang mengakibatkan sumber makanan Sriti juga berkurang sehingga memaksa Sriti untuk eksodus ke tempat-tempat yang masih banyak sumber makanannya. Di samping itu model rumah-rumah di pedesaan juga sudah mengalami perubahan, rumah-rumah tradisional jawa yang nyaman untuk tempat tinggal Sriti sudah jarang kelihatan lagi, hal ini membuat Sriti tidak kerasan lagi untuk tinggal di daerah seperti ini.

Walet
Berbeda dengan Sriti yang kalah pamor dengan Walet. Burung walet yang menghasilkan sarang yang kita makan terkenal dengan nama ilmiah collocalia masuk dalam keluarga apodidae, yang mana tidak sama dengan “burung walet biasa” atau pun burung sriti. Walet hidup dalam kelompok dan biasanya tinggal di daerah tepi laut serta memakan serangga. Dari rupanya walet berbeda dengan apa yang dikenal dengan “burung walet rumah” atau yang umumnya dikenal dengan nama sriti. Rata-rata panjang tubuh Walet adalah 9 cm atau separuh burung sriti. Walet memiliki ekor yang lebih pendek dan mengkotak sementara Sriti memiliki ekor yang lebih panjang dan runcing. Umur rata-rata walet adalah 15-18 thn. Usia mempengaruhi kualitas sarang, pada umumnya semakin tua walet semakin butuh waktu lama memasaknya.

Superorder : Apomorphae
Order : Apodiformes
Family : Apodidae
Sub Family : Apodenae
Tribes : Collacaliini
Genus : Collacalia
Species :Collacalia fuciphaga

Beberapa jenis walet menggunakan ekolokasi dalam menentukan posisinya di dalam gua yang gelap. Tidak seperti kelelawar, walet membuat suara klik dalam jangkauan pendengaran manusia. Bunyi klik itu terdiri dari 2 pulsa broadband(3-10khz) yang dipisahkan oleh jeda sesaat(1-3milidetik). Periode pulsa suara(IPP) bervariasi tergantung dari level cahaya. Pada kondisi yang lebih gelap burung itu mengeluarkan IPP yang lebih pendek juga suara akan lebih keras ketika mendekati sasaran dan IPP akan lebih panjang ketika burung akan keluar dari gua. Kebiasaan ini sama dengan kelelawar ketika mendekati sasaran. Burung itu juga mengeluarkan sebuah seri dari bunyi klik yang rendah yang diikuti oleh sebuah panggilan ketika mendekati sarang, diasumsikan untuk memperingati burung lain supaya jangan menghalangi jalannya. Para ahli berpikir bahwa bunyi dobel klik itu digunakan untuk membedakan burung satu dengan yang lain.

Burung walet adalah insektivora. Biasanya mereka meninggalkan gua pada waktu pagi dan kembali pada waktu sore. Bentuk jantan dan betina kelihatan mirip. Walet menganut monogami, dan jantan dan betina sama-sama bertanggung jawab atas sarangnya. Pejantan akan menunjukkan pertunjukkan udara untuk menarik si betina dan perkawinan terjadi disarang. Musim kawin biasanya pada musim hujan bersamaan dengan saatnya jumlah serangga meningkat. Walet menelurkan 1 atau 2 butir, berwarna putih pucat dan dikeluarkan pada hari yang berbeda. Kebanyakan walet hidup berkoloni, bersarang ditempat yang tinggi dan gelap.

Secara umum beberapa jenis ”Walet umum” bermigrasi namun Walet yang menghasilkan sarang dari ludah tinggal didaerah indo pasifik yang tropis dan tidak bermigrasi.
Walet menarik orang karena harga sarangnya yang sangat mahal, sarang burung walet tidak terbuat dari ranting, jerami atau bulu seperti sarang burung lainnya melainkan berasal dari ludahnya. Seandainya ludah kita selaku ludah Walet tentu tidak akan repot ya?, beli sup yang mahal.