Friday, June 17, 2011

GAYAM BIKIN AYEM (DAMAI) ORANG JAWA

GAYAM, nama pohon buah yang mungkin tidak popular di mata masyarakat, sebab jika ingin memakan buah Gayam (Inocarpus fagiferus) harus dimasak dulu. Berbeda dengan buah lainnya yang bisa langsung dimakan segar begitu dipetik dari pohon, buah Gayam harus dimasak dulu baik direbus, dibakar, atau diolah lainnya jika ingin menikmatinya.

Buah Gayam yang telah tua dan masak tidak dapat dimakan langsung. Buah dari Inocarpus fagiferus ini sebelum dimakan harus direndam air kemudian direbus atau dibakar. Buah Gayam yang telah dimasak ini dikonsumsi sebagai makanan ringan. Buah Gayam dapat juga dijadikan produk olahan semisal emping (keripik Gayam). Keripik ini dapat menjadi peluang bisnis kuliner yang belum banyak pesaingnya.

Kayu pohon Gayam dapat dimanfaatkan sebagai bahan furniture. Sedangkan dengan kerindangan daun dan dahannya pohon ini bisa dimanfaatkan sebagai pohon peneduh.

LATAR BELAKANG Gayam merupakan tanaman yang berasal dari kawasan Malesia bagian timur khusus-nya dari Indonesia. Tanaman ini dibawa oleh imigran-imi-gran dari Malaya-Polenisia ke Mikronesia, Melanesia dan Polenisia. Pohon Gayam telah tersebar luas dan ditanam di Jawa, Sumatera, Kalimantan dan Semenanjung Malaya.

Klasifikasi ilmiah Kerajaan: Plantae; Subkerajaan: Tracheobionta; Super Divisi: Spermatophyta; Divisi: Magnoliophyta; Kelas: Magnoliopsida; Sub Kelas: Rosidae; Ordo: Fabales; Famili: Fabaceae; Genus: Inocarpus; Spesies: Inocarpus fagiferus (Parkinson) Fosberg. Sinonim: Inocarpus fagifer (Parkinson) Fosb., Inocarpus edulis J.R. & G. Forster, Aniotum fagiferum Parkinson, Bocoa edulis (J. R. Forst. & G. Forst.) Baill., Cajanus edulis (J. R. Forst. & G. Forst.) Kuntze.

DESKRIPSI TANAMAN Di pedesaan daerah Yogyakarta masih dapat ditemui pohon Gayam ini, biasanya tumbuh liar di daerah rawa-rawa atau tepi sungai. Tanaman ini tumbuh di daerah dataran rendah tropis yang lembab hingga ketinggian 500 meter dpl. Tumbuhan ini mampu tumbuh di tanah-tanah yang miskin hara sekalipun. Tinggi pohon Gayam mampu mencapai 20-an meter dengan diameter batang mencapai 65 cm. Batang pohon Gayam (Inocarpus fagiferus) sering kali beralur tidak teratur, kadang-kadang berakar banir, dengan percabangan merunduk. Pada kulit batang bagian dalam mengandung cairan berwarna merah. Dengan system perakaran yang kuat dan batang yang beralur ini sangat cocok digunakan sebagai tanaman pencegah erosi maupun karena aliran air.

Daun Gayam berseling, tunggal, dan kaku menyerupai kulit. Bentuknya lonjong, dan berwarna pink ketika muda. Bunga angkaeng majemuk bulir dengan panjang sekitar 15 cm. Gayam (Inocarpus edulis) mempunyai bunga kecil dan berbau wangi.
Buah Gayam (Inocarpus fagifer) berjenis polong berbentuk ginjal dan tidak pecah dengan kulit buah yang keras. Buah Gayam mempunyai 1 biji berbentuk gepeng. Kulit biji keras dengan endosperm putih. Ketika mentah buah berwarna hijau dan menjadi kuning atau kecoklatan ketika masak. Buah bisa mengapung lebih dari satu bulan di atas air laut tetapi viabilitas biji cepat hilang

FILOSOFI GAYAM Kata orangtua Jawa dulu kata Gayam berarti Gayuh Ayem yang bermakna mencari kedamaian. Kata "Ga" berasal dari kata gayuh yang artinya mencari, sedangkan potongan kata atau suku kata terakhirnya yakni "yam" untuk menyimbolisasikan rasa ayem 'tenteram, tenang'.

Tanaman Gayam ini dari penampilannya mampu memberikan aura rasa ayem 'tenteram, tenang'. Di samping itu, pohon Gayam juga dipercaya sebagai pohon yang dapat menyimpan/mendekatkan air ke permukaan tanah sehingga air jernih mudah didapatkan di sekitar pohon tersebut. Ketersediaan air berarti juga ketenangan dan kesejahteraan bagi manusia. Untuk itulah pohon Gayam digunakan sebagai simbol rasa keayeman. Di samping tentu saja, daunnya yang selalu lebat memberikan rasa teduh dan suasana tenang di sekitarnya.

CARI GAYAM Anda dapat menemukan nama Gayam sebagai nama daerah seperti Kabupaten Gayam di Sumenep Madura, Desa Gayam di daerah Cepu Blora Jawa Tengah, sedangkan di Kota Yogyakarta ada Kampung Gayam di daerah sekitar Radio Geronimo, bahkan di Bojonegoro juga ada Kecamatan Gayam.

Jika Anda ingin mencari pohon Gayam di kota gudeg ini Anda akan dapat menemukan di sepanjang sungai Opak atau Winongo di daerah Bantul Yogyakarta, tetapi jika Anda ingin tidak repot dapat melihat pohon Gayam ini di sekitar Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat. Bahkan pohon Gayam ini dipakai sebagai identitas flora di Kota Cirebon.
Sewaktu penulis kecil dulu pohon Gayam banyak di temui di pelosok desa di Kabupaten Sleman dan Bantul, tetapi pohon ini sekarang agak sulit ditemui, karena di samping sisi ekonominya kurang memuaskan, penampilan angker dari pohon ini juga banyak ditakuti oleh orang. Bahkan banyak yang beranggapan pohon ini sebagai rumahnya setan, padahal sebagai pohon peneduh sangat bagus karena rindang dan kuat.

Dan bagi Anda yang tertarik untuk mencicipi buah Gayam yang sudah diolah ini dapat ditemukan di pasar-pasar tradisional di daerah Bantul dan juga di pasar Balangan Minggir di kabupaten Sleman. Terakhir kali penulis mencicipi kuliner Gayam ini sekitar 2 tahun lalu sewaktu mudik lebaran.

Wednesday, June 15, 2011

SINGKONG

SINGKONG dikenal juga dengan nama Cassava, Ubi Kayu, Ketela Pohon, Telo Puhung atau Telo Jendal adalah pohon tahunan tropika dan subtropika dari keluarga Euphorbiaceae. Umbinya dikenal luas sebagai makanan pokok penghasil karbohidrat dan daunnya sebagai sayuran. Bahkan kulit ubinya dapat dibuat kripik kulit singkong yang gurih dan renyah.
Jenis singkong Manihot esculenta pertama kali dikenal di Amerika Selatan kemudian dikembangkan pada masa pra-sejarah di Brasil dan Paraguay. Bentuk-bentuk modern dari spesies yang telah dibudidayakan dapat ditemukan bertumbuh liar di Brasil selatan. Meskipun spesies Manihot yang liar ada banyak, semua varitas M. esculenta dapat dibudidayakan.

Produksi singkong dunia diperkirakan mencapai 184 juta ton pada tahun 2002. Sebagian besar produksi dihasilkan di Afrika 99,1 juta ton dan 33,2 juta ton di Amerika Latin dan Kepulauan Karibia.

Singkong ditanam secara komersial di wilayah Indonesia (waktu itu Hindia Belanda) pada sekitar tahun 1810[1], setelah sebelumnya diperkenalkan orang Portugis pada abad ke-16 ke Nusantara dari Brasil.

Umbi akar singkong banyak mengandung glukosa dan dapat dimakan mentah. Rasanya sedikit manis, ada pula yang pahit tergantung pada kandungan racun glukosida yang dapat membentuk asam sianida. Umbi yang rasanya manis menghasilkan paling sedikit 20 mg HCN per kilogram umbi akar yang masih segar, dan 50 kali lebih banyak pada umbi yang rasanya pahit. Pada jenis singkong yang manis, proses pemasakan sangat diperlukan untuk menurunkan kadar racunnya. Dari umbi ini dapat pula dibuat tepung tapioka.

Kadar gizi

Kandungan gizi singkong per 100 gram meliputi:
•Kalori 146 kal
•Air 62,50 gram
•Fosfor 40,00 gram
•Karbohidrat 34,00 gram
•Kalsium 33,00 miligram
•Vitamin C 0,00 miligram
•Protein 1,20 gram
•Besi 0,70 miligram
•Lemak 0,30 gram
•Vitamin B1 0,01 miligram[2]

KULINER DARI SINGKONG
Dimasak dengan berbagai cara, singkong banyak digunakan pada berbagai maam masakan.
1.Direbus untuk menggantikan kentang, dan pelengkap masakan.
2.Digoreng dengan diberi bumbu sehingga gurih dan renyah.
3.Dibuat kripik singkong terkenal dengan nama Criping, dapat dibuat dengan rasa gurih maupun pedas dengan sambal baladonya.
4.Tepung singkong dapat digunakan untuk mengganti tepung gandum, baik untuk pengidap alergi.
5.Kulit singkong dapat dibuat kripik kulit singkong yang gurih.

Selain diolah dengan metode di atas singkong dapat diolah sebagai salah satu pilihan kuliner yang lezat dan tentu saja asli Indonesia. Singkong tersebut dapat dapat diolah menjadi:

1.Tiwul/Thiwul
Makanan pokok pengganti nasi beras yang dibuat dari ketela pohon atau singkong. Penduduk Pegunungan Kidul (Pacitan, Wonogiri, Gunung Kidul) dikenal mengonsumsi jenis makanan ini sehari-hari.
Tiwul dibuat dari tepung gaplek. Gaplek yang akan dibuat tiwul harus gaplek yang berwarna putih, kalau banyak warna hitamnya akibat pengeringan yang tidak sempurna lebih baik dibuat gatot saja.
Gatot sebagai makanan pokok, kandungan kalorinya lebih rendah daripada beras namun cukup memenuhi sebagai bahan makanan pengganti beras. Tiwul dipercaya mencegah penyakit maag, perut keroncongan, dan lain sebagainya. Tiwul pernah digunakan untuk makanan pokok sebagian penduduk Indonesia pada masa penjajahan Jepang

2.Gatot
Dibuat dari gaplek yang berwarna putih dan hitam. Untuk mendapatkan gatot yang berkualitas dengan warna hitam yang merupakan warna khas gatot dilakukan dengan cara gaplek dihujan-hujankan. Setelah dicuci bersih gaplek dipotong-potong kecil kemudian dikukus. Setelah matang gaplek sudah menjadi gatot dan siap disajikan bersama parutan kelapa dan gula jawa.





3.Cenil
Dibuat dari campuran parutan singkong, agar-agar bubuk, air, gula pasir, santan dan garam. Aduk rata menggunakan tangan kemudian dikukus. Cenil disajikan dengan menaburkan parutan kelapa di atasnya.








4.Growol
Terbuat dari singkong yang diiris kecil-kecil kemudian direndam selama tiga hari dengan penggantian air setiap hari agar tidak “kecut” (asam). Kemudian ditiriskan dan dihancurkan sebelum akhirnya dikukus.








5.Gethuk

Kukus singkong dalam dandang yang telah dipanaskan hingga matang, angkat. Keluarkan dari dandang, haluskan bisa pakai mesin giling, campurkan gula pasir dan garam, aduk rata.Taruh di loyang yang dialas daun pisang, tipiskan hingga 1 1/2 cm, dinginkan, potong (2 x 2) cm. Campur kelapa muda dengan garam hingga rata, tambahkan daum pandan, kukus hingga matang. Sajikan gethuk singkong dengan kelapa muda dan gula pasir. Untuk mendapatkan aneka rasa dapat dicampur dengan bubuk coklat atau strawberry.

Bagi Anda yang tertarik untuk mencicipi kuliner ini, Anda dapat berkunjung ke kota Yogyakarta dan sekitarnya. Untuk Tiwul dan Gatot Anda dapat menemukan di pasar-pasar Wonosari Kabupaten Gunung Kidul, sedangkan Growol dapat diperoleh di pasar Wates Kabupaten Kulon Progo. Untuk Cenil dapat Anda peroleh di pasar Sewon Bantul atau pasar Balangan Sleman. Sedangkan untuk Gethuknya Anda dapat memperoleh di pasar Muntilan atau Magelang.

Jika Anda tidak punya waktu yang cukup untuk menikmati kuliner yang istimewa tersebut, Anda dapat mencoba mencari di pasar Balangan atau pasar Godean yang terletak di Kabupaten Sleman. Anda dapat menikmati kuliner asli Jawa tersebut sambil menikmati panorama alam pedesaan yang asri. Perlu diketahui Growol, Cenil, Tiwul dan Gatot hanya dapat Anda peroleh di pasar-pasar tradisional di Yogyakartam sedangkan untuk Gethuk dapat diperoleh di kota Yogyakarta maupun kota-kota di Jawa Tengah. Namun jika Anda ingin menikmati Gethuk yang paling istimewa hanya akan Anda dapatkan di kota Muntilan dan Magelang.

Dari Stasiun Tugu dapat ditempuh kurang lebih 30 menit ke arah barat kota Yogyakarta. Rutenya adalah Stasiun Tugu, Pingit, Jati Kencana, Godean, Seyegan dan Ngaran, Balangan.

Friday, June 3, 2011

SAPI LOKAL INDONESIA

Ekspor sapi Australia ke Indonesia di hentikan, apa akibatnya untuk bisnis daging olahan di Indonesia yang saat ini membutuhkan lebih banyak sapi impor ketimbang sapi jenis lokal. Komposisinya 55 persen dari Australia dan sisanya yang 45 persen dari local. Dampak yang akan ditimbulkan dari larangan tersebut baru akan terlihat enam bulan ke depan. Dan hal ini akan membuat jumlah populasi ternak lokal menurun yang jadi masalah adalah populasi sapi lokal jumlahnya akan menurun karena banyak sapi-sapi lokal yang dipotong.


1. Sapi Limousine
2. Sapi Simental
3. Sapi Brahman
4. Sapi Aberden Angus
5. Sapi Shorthorn
6. Sapi Hereford
7. Sapi Charolais

Sehingga adanya larangan tersebut bisa menjadi suatu momentum bagi peternak lokal untuk semakin meningkatkan populasi hewan ternak dalam negeri, agar tidak ketergantungan akan ternak impor. Sudah saatnya kita sebagai bangsa yang besar harus berani membangun ketahanan pangan tidak hanya masalah beras sajam tetapi ketahanan pangan meliputi semua konsumsi pangan yang strategis bagi masyarakat dan industry perlu ada perlindungan dan daya tahan dari permainan perusahaan-perusahaan multinasional. Di sini penulis bukan ingin membahas sapi dari sisi ekonominya, tetapi mau mengenalkan sedikit tentang sapi Indonesia.

SAPI
Sapi ternak adalah hewan ternak anggota familia Bovidae dan subfamilia Bovinae. Sapi dipelihara terutama untuk dimanfaatkan susu dan dagingnya sebagai bahan pangan. Hasil sampingan, seperti kulit, jeroan, dan tanduknya juga kemudian dimanfaatkan. Di sejumlah tempat, sapi juga dipakai untuk membantu bercocok tanam, seperti menarik gerobak atau bajak.

Sapi ternak saat ini merupakan keturunan dari jenis liar yang dikenal sebagai Auerochse atau Urochse (bahasa Jerman berarti "sapi kuno", nama ilmiah: Bos primigenius, yang sudah punah di Eropa sejak 1627. Sapi ternak meski banyak jenisnya tetapi umumnya digolongkan menjadi satu spesies saja.
Sapi yang ada sekarang ini berasal dari Homacodontidae yang dijumpai pada babak Palaeoceen. Jenis-jenis primitifnya ditemukan pada babak Plioceen di India. Sapi Bali yang banyak dijadikan komoditi daging/sapi potong pada awalnya dikembangkan di Bali dan kemudian menyebar ke beberapa wilayah seperti: Nusa Tenggara Barat (NTB), Sulawesi.


SAPI MADURA

adalah bangsa sapi potong lokal asli Indonesia yang terbentuk dari persilangan antara banteng dengan Bos indicus atau sapi Zebu (Hardjosubroto dan Astuti, 1994), yang secara genetik memiliki sifat toleran terhadap iklim panas dan lingkungan marginal serta tahan terhadap serangan caplak (Anonimus, 1987). Karak-teristik sapi Madura sudah sangat seragam, yaitu bentuk tubuhnya kecil, kaki pendek dan kuat, bulu berwarna merah bata agak kekuningan tetapi bagian perut dan paha sebelah dalam berwarna putih dengan peralihan yang kurang jelas ; bertanduk khas dan jantannya bergumba

Sapi ras Madura merupakan plasma nutfah yang dilindungi sekaligus dipertahankan kemurniannya. Peraturan tentang itu dikeluarkan sejak zaman kolonial Belanda, tertuang dalam staatsblad (lembaran negara) No. 226/1923 dan No. 57/1934, serta No. 115/1937.

Itu juga tersirat pada pasal 13 a Undang-undang No. 6/1967, tentang pokok-pokok peternakan dan kesehatan hewan. Yang mana ada semacam upaya untuk menjaga jenis sapi Madura tetap bisa dipertahakan populasinya baik dalam bentuk maupun warna kulitnya. Selain juga untuk meningkatkan kualitas produksi dan tingkat populasinya. Paling penting lagi dengan kebijakan itu bisa mencegah tersebarnya penularan jenis penyakit antrax dan sapi gila yang selama ini menjadi momok yang menakutkan masyarakat.


Ciri-ciri umum fisik Sapi Madura adalah sbb: :
• Baik jantan ataupun betina sama-sama berwarna merah bata.
• Paha belakang berwarna putih.
• Kaki depan berwarna merah muda.
• Tanduk pendek beragam. Pada betina kecil dan pendek berukuran 10 cm, sedangkanpada jantannya berukuran 15-20 cm.
• Panjang badan mirip Sapi Bali tetapi memiliki punuk walaupun berukuran kecil.

Secara umum, Sapi Madura memiliki beberapa keunggulan seperti :
• Mudah dipelihara.
• Mudah berbiak dimana saja.
• Tahan terhadap berbagai penyakit.
• Tahan terhadap pakan kualitas rendah.


Dengan kelebihan-kelebihan tersebut , Sapi Madura banyak diminati oleh para peternak bahkan para peneliti dari Negara lain. Sudah banyak Sapi Madura dikirim ke daerah lain, apabila tidak diperhitungkan dengan baik, bisa jadi populasi Sapi Madura di pulau Madura akan terkuras serta mengancam kemurnian ras-nya.
Sapi dalam kehidupan masyarakat Madura, memang mempunyai tempat yang khusus. Jasanya terhadap para petani tidak dapat dipandang sebelah mata. Tanah pertanian yang tandus tetap dapat ditanami dengan bantuan Sapi. Alat transportasi yang sulit didapat dipedalaman Madura juga dapat teratasi dengan tenaga sapi yang di padukan dengan pedati, yang di sebut dengan “Sapi Pajikaran”.


Bukan hanya mempunyai tempat khusus di kehidupan para petani di Madura, Sapi Madura juga membawa pengaruh terhadap tradisi budaya yang memberikan efek positip terhadap kelestarian Sapi Madura ini. Sapi Madura berjenis kelamin jantan, dimanfaatkan sebagai “Sapi Kerapan”, sebagai bagian dari budaya tradisi pertanian ,yang nantinya menjadi salah satu aset pariwisata yang penting di tanah Madura

SAPI BALI

Sapi Bali merupakan sapi asli Indonesia yang ciri - cirinya khas dan berbeda dari bangsa sapi lainnya. Keunggulan sapi Bali : memiliki efisiensi reproduksi yang tinggi, daging dan karkasnya berkualitas baik dan persentase karkasnya tinggi (karkasnya bahkan bisa mencapai 57%), Selanjutnya yang juga sangat menarik adalah daya adaptasinya terhadap lingkungan yang sangat baik,dan yang tidak kalah penting adalah kemampuannnya menggunakan sumber pakan yang terbatas.

Dinamakan Sapi bali karena Memang penyebaran populasi jenis sapi ini terdapat di pulau bali. Sapi Bali (Bos sondaicus) adalah merupakan salah satu bangsa sapi asli dan murni Indonesia, yang merupakan keturunan asli banteng (Bibos banteng) dan telah mengalami proses domestikasi yang terjadi sebelum 3.500 SM, dimana Sapi Bali asli mempunyai bentuk dan karakteristik sama dengan banteng. Hingga kini dalam bahasa bali Alus Nama Sapi Bali disebut "BANTENG" (*dalam Bahasa Bali ALUS) Oleh Orang-orang Bali.


Sapi Bali dikenal juga dengan nama Balinese cow yang kadang-kadang disebut juga dengan nama Bibos javanicus, meskipun sapi Bali bukan satu subgenus dengan bangsa sapi Bos taurus atau Bos indicus. Berdasarkan hubungan silsilah famili Bovidae, kedudukan sapi Bali diklasifikasikan ke dalam subgenus Bibovine tetapi masih termasuk genus bos.

Sapi Bali merupakan sapi potong asli Indonesia yang merupakan hasil domestikasi dari banteng (Bibos banteng) adalah jenis sapi yang unik, hingga saat ini masih hidup liar di Taman Nasional Bali Barat, Taman Nasional Baluran dan Taman Nasional Ujung Kulon. Sapi asli Indonesia ini sudah lama didomestikasi suku bangsa Bali di pulau Bali dan sekarang sudah tersebar di berbagai daerah di Indonesia.

Sebagai keturunan banteng, sapi Bali memiliki warna dan bentuk tubuh persis seperti banteng liar. Kaki sapi Bali jantan dan betina berwarna putih dan terdapat telau, yaitu bulu putih di bagian pantat dan bulu hitam di sepanjang punggungnya.

Sebagaimana banteng, sapi Bali tidak berpunuk, badannya montok, dan dadanya dalam. Dibandingkan dengan sapi lain, sapi Bali jantan terkenal lebih agresif. Karena itu, jangan mengenakan pakaian berwarna merah saat mendekati sapi ini agar tidak diserangnya. Walaupun begitu, sapi ini sangat penurut pada orang yang biasa dekat dengannya.

Kekhasan Fisik Sapi Bali
Bali berukuran sedang, dadanya dalam, tidak berpunuk dan kaki-kakinya ramping. Kulitnya berwarna merah bata. Cermin hidung, kuku dan bulu ujung ekornya berwarna hitam. Kaki di bawah persendian karpal dan tarsal berwarna putih. Kulit berwarna putih juga ditemukan pada bagian pantatnya dan pada paha bagian dalam kulit berwarna putih tersebut berbentuk oval (white mirror). Pada punggungnya selalu ditemukan bulu hitam membentuk garis (garis belut) memanjang dari gumba hingga pangkal ekor.

Sapi Bali jantan berwarna lebih gelap bila dibandingkan dengan sapi Bali betina. Warna bulu sapi Bali jantan biasanya berubah dari merah bata menjadi coklat tua atau hitam legam setelah sapi itu mencapai dewasa kelamin. Warna hitam dapat berubah menjadi coklat tua atau merah bata apabila sapi itu dikebiri.

Sapi Bali dalam Kehidupan Petani Bali
Sapi Bali merupakan hewan ternak yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat petani di Bali.
•Sapi Bali sebagai tenaga kerja pertanian
Sapi Bali sudah dipelihara secara turun menurun oleh masyarakat petani Bali sejak zaman dahulu. Petani memeliharanya untuk membajak sawah dan tegalan, untuk menghasilkan pupuk kandang yang berguna untuk mengembalikan kesuburan tanah pertanian.
•Sapi Bali sebagai sumber pendapatan
Sapi Bali mempunyai sifat subur, cepat beranak, mudah beradaptasi dengan lingkungannya, dapat hidup di lahan kritis, dan mempunyai daya cerna yang baik terhadap pakan. Keunggulan lain yang sudah dikenal masyarakat adalah persentase karkas yang tinggi, juga mempunyai harga yang stabil dan bahkan setiap tahunnya cenderung meningkat membuat sapi Bali menjadi sumber pendapatan yang diandalkan oleh petani.
•Sapi Bali sebagai sarana upacara keagamaan
Dalam agama Hindu, sapi dipakai dalam upacara butha yadnya sebagai caru, yaitu hewan korban yang mengandung makna pembersihan. Demikian juga umat Muslim juga membutuhkan sapi untuk hewan Qurban pada hari raya Idhul Adha.
•Sapi bali sebagai hiburan dan obyek pariwisata
Sapi Bali juga dapat dipakai dalam sebuah atraksi yang unik dan menarik. Atraksi tersebut bahkan mampu menarik minat wisatawan manca negara untuk menonton. Atraksi tersebut adalah megembeng ( di kabupaten Jembrana) dan gerumbungan (di kabupaten Buleleng).


BANTENG

Banteng atau tembadau (dari bahasa Jawa, banṭèng), Bos javanicus, adalah hewan yang sekerabat dengan sapi dan ditemukan di Myanmar, Thailand, Kamboja, Laos, Vietnam, Kalimantan, Jawa, and Bali. Banteng dibawa ke Australia Utara pada masa kolonisasi Britania Raya pada 1849 dan sampai sekarang masih lestari.
Terdapat tiga anak jenis banteng liar: B. javanicus javanicus (di Jawa, Madura, dan Bali), B. javanicus lowi (di Kalimantan, jantannya berwarna coklat bukan hitam), dan B. javanicus birmanicus (di Indocina). Anak jenis yang terakhir digolongkan sebagai Terancam oleh IUCN.

Status konservasi Terancam

Klasifikasi ilmiah

Kerajaan :Animalia
Filum :Chordata
Kelas :Mammalia
Ordo :Artiodactyla
Famili :Bovidae
Upafamili:Bovinae
Genus :Bos
Spesies :B. javanicus

Nama binomial Bos javanicus


d'Alton, 1823

Hewan ini bertubuh tegap, besar dan kuat dengan bahu bagian depannya lebih tinggi daripada bagian belakang tubuhnya (Alikodra, 1983). Panjang tubuh dan kepala banteng adalah 18-22.5 cm; panjang ekor 6.5-7 cm, memiliki tinggi 12-19 cm dan berat 400-900 kg (Grzimek, 1975; Lekagul & Mc. Neely, 1977). Di kepalanya terdapat sepasang tanduk, pada bagian dadanya terdapat gelambir (dewlap) yang dimulai dari pangkal kaki depan sampai bagian leher, tetapi tidak mencapai daerah kerongkongan.
Banteng dapat mencapai tinggi sekitar 1,6m di bagian pundaknya dan panjang badan 2,3 m. Berat banteng jantan biasanya sekitar 680 - 810 kg — jantan yang sangat besar bisa mencapai berat satu ton — sedangkan betinanya lebih ringan. Banteng memiliki bagian putih pada kaki bagian bawah dan pantat,punuk putih, serta warna putih disekitar mata dan moncongnya, walaupun terdapat sedikit dimorfisme seksual pada ciri-ciri tersebut. Banteng jantan memiliki kulit berwarna biru-hitam atau atau coklat gelap, tanduk panjang melengkung ke atas, dan punuk di bagian pundak. Sementara, betinanya memiliki kulit coklat kemerahan, tanduk pendek yang mengarah ke dalam dan tidak berpunuk.

Banteng merupakan satwa liar yang menyukai daerah hutan terbuka dan berumput. Menurut Hoogerwerf (1970) dalam Alikodra (1983), penyebaran banteng meliputi wilayah yang cukup luas yaitu daerah pantai pada ketinggian 0 m dpl sampai daerah pegunungan dengan ketinggian 2132 m dpl.

Kemampuan berkembangbiak suatu populasi banteng ditentukan oleh struktur populasi (populasi, kepadatan, sex ratio dan stratifikasi umur) dan kondisi kualitas dan kuantitas lingkungan. Perkawinan biasanya dilakukan pada malam hari. Lamanya bayi dalam kandungan adalah 9.5-10 bulan dan jumlah anak setiap induk berkisar antara 1-2 ekor. Banteng termasuk hewan monoestrus artinya mempunyai 1 musim kawin dalam 1 tahun. Umur termuda banteng betina untuk mulai berkembangbiak adalah 3 tahun, sedangkan untuk banteng jantan lebih dari 3 tahun. Banteng dapat mencapai umur 21-25 tahun, sehingga seekor betina sepanjang umurnya dapat menurunkan anaknya sebanyak 21 kali.

Banteng banyak terdapat di areal terbuka, namun sangat tergantung ketebalan semak-semak dan hutan tempat berlindung. Banteng mungkin aktif setiap saat namun akan menjadi nocturnal di area yang mengalami gangguan manusia (Lekagul & Mc. Neely, 1977).
Banteng hidup dari rumput, bambu, buah-buahan, dedaunan, dan ranting muda. Banteng umumnya aktif baik malam maupun siang hari, tapi pada daerah pemukiman manusia, mereka beradaptasi sebagai hewan nokturnal. Banteng memiliki kecenderungan untuk berkelompok pada kawanan berjumlah dua sampai tiga puluh ekor. Di Jawa, Taman Nasional Ujung Kulon, Taman Nasional Meru Betiri, Taman Nasional Bali Barat, Taman Nasional Alas Purwo dan Taman Nasional Baluran menjadi pertahanan terakhir hewan asli Asia Tenggara ini.

Banteng telah didomestikasi di beberapa daerah di Asia Tenggara dan Australia dan dikenal sebagai sapi bali. Hingga tahun 2009 diperkirakan jumlahnya di Indonesia mencapai sekitar 4,5 juta ekor. Banteng ternak dan liar dapat saling kawin dan keturunan yang dihasilkannya sering kali subur (fertil). Ada 11 provinsi utama yang memiliki populasi sapi Bali terbanyak. Populasi terbanyak di Sulawesi Selatan, Bali, NTT, NTB, Sumsel , Sultra, Gorontalo, Kalsel, Sulteng, Sulbar, dan Lampung. Sapi Bali merupakan sumberdaya genetik hewan asli Indonesia, karena kerabat liarnya ada di Indonesia.