Thursday, March 24, 2011

KUNTUL DAN BLEKOK

Kuntul Kecil atau dalam nama ilmiahnya Egretta garzetta berukuran lebih besar daripada ‎Kuntul Kerbau yaitu 55-65 cm dan memiliki panjang bentangan sayap 88-106 cm. Pada musim kawin, burung ini mempunyai dua bulu hias putih yang tipis memanjang pada tengkuknya dan lebih banyak bulu pada punggungnya yang meluas melebihi ekor. Kuntul adalah sebutan untuk burung dari keluarga Ardeidae. Burung ini berkaki panjang, berleher panjang, dan tersebar di seluruh dunia.
Burung kuntul sewaktu terbang lehernya membentuk seperti huruf "s" dan tidak diluruskan, berbeda dengan burung dari keluarga Bangau (Ciconiidae) dan Ibis (Threskiornithidae) yang meluruskan leher dan merentangkan kaki-kakinya sewaktu terbang.
Dalam bahasa Melayu, burung dari keluarga Ardeidae dan Ciconiidae disebut Bangau, sedangkan di Indonesia istilah Bangau digunakan untuk burung dari keluarga Ciconiidae.
Habitat burung Kuntul di lahan basah, di pantai atau terumbu karang. Makanan berupa ikan, Katak, dan hewan invertebrata. Spesies seperti Kuntul kerbau (Bubulcus ibis ) memakan serangga yang berukuran lebih besar dan tidak terlalu tergantung pada tanah yang berair.
Pada tahun 2005, ilmuwan Kanada yang bernama Dr Louis Lefebvre mengumumkan metode pengukuran IQ yang berkaitan dengan kebiasaan makan. Berdasarkan metode ini, burung Kuntul merupakan salah satu burung yang paling pintar.
Klasifikasi burung Kuntul mengalami kesulitan karena ada perbedaan pendapat dalam pengelompokan spesies ke dalam dua genus besar: Ardea dan Egretta.

Kuntul Kerbau (Bubulcus ibis) merupakan burung terkecil dari bangsa Kuntul-kuntulan (sekitar 50 cm). Burung ini suka mencari makanan di dekat kerbau atau sapi yang merumput. Bentuk tubuhnya lebih ramping daripada Blekok Sawah (Ardeola speciosa), meskipun tidak seramping kuntul-kuntul yang lebih besar. Seluruh bulunya berwarna putih, tetapi selama musim kawin, bulu-bulu pada kepala, leher dan punggungnya berwarna kuning kerbau. Paruhnya kuning dan lebih tebal daripada kuntul lain.





Bangau adalah sebutan untuk burung dari keluarga Ciconiidae. Badan berukuran besar, berkaki panjang, berleher panjang namun lebih pendek dari burung Kuntul, dan mempunyai paruh yang besar, kuat dan tebal.
Bangau bisa dijumpai di daerah beriklim hangat. Habitat di daerah yang lebih kering dibandingkan burung Kuntul dan Ibis. Makanan berupa Katak, ikan, serangga, cacing, burung kecil dan mamalia kecil dari lahan basah dan pantai.
Bangau tidak memiliki organ suara syrinx sehingga tidak bersuara. Paruh yang diadu dengan pasangannya merupakan cara berkomunikasi menggantikan suara panggilan.
Bangau merupakan burung pantai migran, terbang jauh dengan cara melayang memanfaatkan arus udara panas sehingga dapat menghemat tenaga. Foto burung Bangau yang sedang terbang oleh Ottomar Anschütz (1884) menjadi inspirasi Otto Lilienthal untuk membuat glider yang digunakan untuk terbang layang pada akhir abad ke-19.
Bangau merupakan burung yang berat dengan rentang sayap yang lebar. Spesies Leptoptilos crumeniferus dari Afrika mempunyai rantang sayap 3,2 meter, sehingga dijuluki sebagai "burung darat dengan rentang sayap terpanjang di dunia" bersaingan dengan burung Kondor dari Pegunungan Andes
Sarang digunakan untuk beberapa tahun, berukuran sangat besar, diameter hingga 2 meter. dan kedalaman sarang 3 meter. Bangau pernah dikira monogami, tapi ternyata tidak selalu benar. Bangau cenderung setia pada sarang dan pasangannya, tapi mungkin juga berganti pasangan sehabis migrasi atau pergi bermigrasi tanpa ditemani pasangannya.
Badan yang berukuran besar, bersifat monogami, dan kesetiaan pada tempat bersarang menjadikan burung Bangau sering dijadikan simbol pembawa kebahagiaan di dalam banyak kebudayaan dan mitologi.

Cangak Abu atau dalam nama ilmiahnya Ardea cinerea merupakan salah satu burung jenis Kuntul-kuntulan. Burung ini umumnya berwarna abu-abu pucat, kepala (burung) dan leher (burung)nya berwarna putih, serta memiliki kedok hitam di belakang mata (burung) yang memanjang ke belakang membentuk guratan lengkung yang halus.
Burung ini banyak terdapat di kawasan pesisir {jenis lainnya, Cangak Merah (Ardea purpurea)}, yang berwarna merah kecoklatan tua, mencari ikan di air tawar}. Kedua burung ini mempunyai daerah penyebaran dari Afrika, Eropa, Asia sampai Indonesia bagian barat (khususnya pulau Dua)

Jika Anda tertarik untuk mengamati salah satu burung jenis Kuntul-kuntulan ini, Anda dapat berkunjung ke Desa Wisata Kentingan yang merupakan salah satu habitat sarang dari jenis satwa ini. Untuk informasinya selengkapnya klik di sini


SPECIES
• Genus Ardea
o Kuntul putih besar, Kuntul besar (Ardea alba, Egretta alba)
o Kuntul sedang atau Kuntul perak (Ardea intermedia, Egretta intermedia, atau Mesophoyx intermedia)
o Cangak laut atau Cangkak laut (Ardea sumatrana)
o Cangak abu (Ardea cinerea)
o Great Blue Heron (Ardea herodias)
o Goliath Heron (Ardea goliath)
o Cocoi Heron (Ardea cocoi)
o White-necked Heron atau Pacific Heron (Ardea pacifica)
o Black-headed Heron (Ardea melanocephala)
o Madagascar Heron (Ardea humbloti)
o White-bellied Heron (Ardea insignis)
o Cangak merah (Ardea purpurea)
o Pied Heron (Ardea picata atau Egretta picata)
o Swinhoe's Egret atau Chinese Egret (Ardea eulophotes atau Egretta eulophotes)
• Genus Philherodias
o Capped Heron (Pilherodius pileatus)
• Genus Butorides
o Green Heron atau Green-backed Heron (Butorides virescens)
o Kokokan laut (Butorides striatus atau Ardea striatus)
• Genus Ardeola
o Blekok sawah, Kuntul Putih, atau Kuntul Sawah (Ardeola speciosa)
o Indian Pond Heron (Ardeola grayii)
o Squacco Heron (Ardeola ralloides)
o Chinese Pond Heron (Ardeola bacchus)
o Madagascar Pond Heron (Ardeola idae)
o Rufous-bellied Heron (Ardeola rufiventris)
• Genus Bubulcus
o Kuntul kerbau (Bubulcus ibis atau Ardea ibis)
• Genus Egretta
o Kuntul kecil atau Kuntul perak kecil (Egretta garzetta atau Ardea garzetta)
o Kuntul karang (Egretta sacra atau Ardea sacra)
• Kuntul china (Egretta eulophotes)
o Snowy Egret (Egretta thula)
o Reddish Egret (Egretta rufescens)
o Slaty Egret (Egretta vinaceigula)
o Black Heron (Egretta ardesiaca)
o Tricolored Heron atau Louisiana Heron (Egretta tricolor)
o Cangak Australia (Egretta novaehollandiae atau Ardea novaehollandiae)
o Little Blue Heron (Egretta caerulea)
o Western Reef Heron (Egretta gularis)
• Genus Agamia
o Agami Heron (Agamia agami)
• Genus Tigrisoma
o Bare-throated Tiger Heron (Tigrisoma mexicanum)
o Fasciated Tiger Heron (Tigrisoma fasciatum)
o Rufescent Tiger Heron (Tigrisoma lineatum)
• Genus Tigriornis
o White-crested Tiger Heron (Tigriornis leucolophus)
• Genus Zonerodius
o New Guinea Tiger Heron (Zonerodius heliosylus)
• Genus Zebrilus
o Zigzag Heron (Zebrilus undulatus)
• Genus Syrigma
o Whistling Heron (Syrigma sibilatrix)
• Genus Nycticorax
o Kowak-malam kelabu atau Kowak maling (Nycticorax nycticorax)
o Kowak-malam kuning (Nycticorax violaceus)
o White-backed Night Heron (Nycticorax leuconotus)
o Rodrigues Night-Heron (Nycticorax megacephalus) (sudah punah)
• Genus Gorsachius
o Kowak malam merah atau Kowak Melayu (Gorsachius melanolophus atau Nycticorax caledonicus)
o White-eared Night Heron (Gorsachius magnificus)
o Japanese Night Heron (Gorsachius goisagi)
o Malayan Night Heron (Gorsachius melanolophus)

Sunday, March 20, 2011

SI KANCIL YANG MALANG

Kancil atau Pelanduk merupakan spesies sebangsa Rusa dari genus Tragulus yang memiliki tubuh kecil. Sedikitnya terdapat 6 spesies Kancil atau Pelanduk yang terdapat di Asia Tenggara. Yang sering dijumpai di Indonesia adalah Tragulus javanicus, Tragulus napu dan Tragulus kanchil.

Gambar Kancil atau Pelanduk (Tragulus javanicus)Pelanduk atau Kancil (Tragulus javanicus) dalam bahasa Inggris disebut Javan Chevrotain, Java Mousedeer, Javan Mousedeer, Kanchil, dan Lesser Mouse Deer. Sedang dalam bahasa Belanda biasa disebut Kleine Kantjil.
Ciri-ciri dan Habitat Pelanduk. Kancil atau Pelanduk (Tragulus javanicus) mempunyai ukuran tubuh yang kecil seukuran dengan kelinci. Panjang tubuhnya sekitar 20-25 cm. Tubuh bagian atas Kancil atau Pelanduk berwarna coklat kemerahan, sedangkan tengkuk bagian tengah biasanya lebih gelap daripada bagian tubuh lainnya. Bagian bawah berwarna putih dengan batas sedikit kecoklatan di tengah, tanda khusus di kerogkongan dan dada bagian atas berwarna coklat tua.
Raut muka Kancil atau Pelanduk (Tragulus javanicus) berwarna putih, terlihat seperti sebuah garis dari dagu sampai dada. Kancil jantan tidak mempunyai tanduk tetapi mempunyai gigi taring yang yang memanjang keluar dari mulutnya.
Kancil atau Pelanduk merupakan binatang herbivora yang menyukai rumput, daun-daunan yang berair, kecambah, buah-buahan yang jatuh di tanah, kulit pisang, papaya, ubi, dan ketela. Binatang ini mempunyai masa mengandung selama 137-155 hari dan akan menyusui bayinya hingga berusia antara 60-70 hari.
Habitat Pelanduk atau Kancil (Tragulus javanicus) di hutan primer dan sekunder yang cukup lebat atau tanah kering di dataran rendah atau kaki bukit tidak jauh dari sungai dengan vegetasi lebat. Di Indonesia Kancil dapat ditemukan di Sumatra, Kalimantan, Jawa, dan pulau-pulau kecil di sekitarnya. Selain itu Pelanduk dapat dijumpai pula di Malaysia.
Populasi dan Konservasi. Populasi Kancil atau Pelanduk (Tragulus javanicus) hingga kini tidak dketahui dengan pasti. Baik oelh pemerintah Indonesia maupun oleh organisasi konservasi lingkungan hidup lainnya. Karena itu IUCN Redlist memasukkannya dalam status konservasi “Data Deficient” (DD; Informasi Kurang) yang berarti selama lima tahun terakhir belum diadakan evaluasi atau penelitian ulang.
Kancil bersama semua anggota genus Tragulus merupakan satwa yang dilindungi oleh pemerintah Indonesia berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999.
Spesies Lainnya. Sedikitnya terdapat 6 spesies Kancil atau Pelanduk yang tergabung dalam genus Tragulus. Keenam spesies tersebut yaitu:
• Tragulus javanicus (Java Mouse-deer)
• Tragulus kanchil (Lesser Mouse-deer)
• Tragulus napu (Greater Mouse-deer)
• Tragulus nigricans (Philippine Mouse-deer)
• Tragulus versicolor (Vietnam Mouse-deer)
• Tragulus williamsoni (Williamson’s Mouse-deer)
Sebuah ironi memang mengingat begitu populernya kisah fabel Kancil yang cerdik bahkan licik dan banyaknya peribahasa dan pepatah dalam budaya kita (Melayu dan Jawa) yang menggunakan kata Kancil dan Pelanduk tetapi ternyata kita kekurangan data (Data Deficient) mengenai binatang berspesies Tragulus javanicus ini.

KANCIL PUTIH

Selain itu juga pernah dijumpai di kawasan hutan Kabupaten Nunukan Kaltim seekor kancil putih di kawasan hutan Sembakung. Beberapa ahli satwaliar yang ditemui masih memperdebatkan apakah satwa ini merupakan jenis baru ataukah albino? Albino adalah suatu jenis kelainan genetic pada Makhluk hidup, dimana makhluk hidup tersebut tidak memiliki pigmen, karena tidak mempunyai pigmen maka spesies albino biasanya sangat sensitif terhadap sinar matahari. Kemungkinan albino pada satwaliar di alam adalah satu berbanding satu juta. Ini berarti setiap ada satu juta satwa kemungkinan diketemukan satu spesies yang albino. Sedangkan di kawasan ini, menurut informasi dari masyarakat Sembakung mereka sering bertemu dengan jenis satwa tersebut. Selain itu masyarakat yang berada di daerah Sebuku juga sering bertemu dengan satwa tersebut, padahal jarak antara Sebuku dengan Sembakung adalah sekitar 25 km dengan kawasan yang telah terpisahkan oleh koridor permukiman, jalan, dan areal pertanian.

Baca selengkapnya

Klasifikasi ilmiah: Kingdom: Animalia; Filum: Chordata; Kelas: Mammalia; Ordo: Artiodactyla; Famili: Tragulidae; Genus : Tragulus; Spesies : Tragulus javanicus
Referensi: IUCN Redlist.
Gambar: www.malaysiasite.nl dan www.fotografer.net

Thursday, March 17, 2011

KATAK PINOKIO


Indonesia menjadi sorotan ilmuwan dunia, ketika kelompok ekspedisi ilmuwan internasional menemukan spesies baru, termasuk katak berhidung Pinokio, wallaby terkecil di dunia, dan tokek bermata kuning.

Para ilmuwan itu menjelajah hutan pedalaman di Pegunungan Foja, kawasan pulau New Guinea pada akhir 2008. Namun mereka baru merilis rincian ekspedisi ilmiah termasuk gambarnya, pada Senin (17/5) menjelang Hari Keanekaragaman-hayati Internasional (International Day for Biological Diversity ) pada 22 Mei.

Menariknya, sejumlah besar hewan yang ditemukan selama survei itu diyakini sebagai spesies baru bagi dunia sains, setidaknya begitu menurut
Conservation International (CI) dan National Geographic Society (NGS). temuan spesies baru itu termasuk beberapa mamalia, reptil, amfibi,
dan lusinan serangga.

Penemuan menakjubkan itu terjadi kala ilmuwan memperingatkan ancaman percepatan kepunahan spesies akibat memanasnya planet Bumi dan habitat satwa liar menyempit dan hancur demi mencukupi kebutuhan pangan bagi populasi manusia yang berkembang sangat pesat.

Pegunungan Foja berada di Provinsi Papua, Indonesia di kawasan pulau New Guinea yang mencakup area besar hutan tropis yang masih perawan dan belum tersentuh ekspansi manusia.

Conservation International mencatat keunikan pada katak berhidung Pinokio bahwa “hidung” itu akan mendongak ke atas kala pejantan memanggil dan akan lunglai ke bawah kala ia kurang aktif.Tim ilmiah itu juga menemukan pengerat sejenis tikus (tame), tikus berbulu tebal, tokek bermata kuning, merpati kaisar (imperial pigeon) dan Walabi hutan kecil yang diyakini sebagai
anggota terkecil dari keluarga kangguru yang pernah didokumnetasikan di dunia.

Penemuan lainnya yang tercatat selama survei tersebut, seperti dikutip dari laman Yahoo!News, termasuk juga spesies baru kelelawar mekar, yang menyantap nektar bunga pepohon hutan hujan, dan tikus pohon mungil.
Para ilmuwan menjadi semakin khawatir atas laju kepunahan aneka spesies di planet ini dan menunjukkan manfaat besar dari hutan, sistem sungai, lahan basah dan lautan untuk kehidupan dan ekonomi manusia.

Laporan terakhir menunjukkan bahwa pemerintah dunia gagal memenuhi target yang disepakati pada tahun 2002 untuk mengurangi laju kehilangan keanekaragaman hayati pada tahun 2010, yang dideklarasikan oleh PBB sebagai Tahun Keanekaragaman Hayati Internasional.

Negosiator dari seluruh dunia bertemu di Jepang pada Oktober untuk mendiskusikan target baru untuk membendung kehilangan keanekaragaman
hayati selama 40 tahun mendatang.* (foto: REUTERS/National Geographic)

baca selengkapnya

POHON KEBEN


Keben atau Barringtonia asiatica adalah pohon yang memiliki morfologi tumbuh tegak dengan batang tampak bekas tempelan daun yang besar. Daun membulat telur sungsang atau lonjong-membulat telur sungsang. Perbungaan berbentuk tandan dan letaknya diujung, jarang di ketiak, kelopak bunga hijau seperti tabung panjang, daun mahkota putih, menjorong, benang sari memerah di ujung, putik memerah di ujung. Buahnya membundar telur, menirus ke ujung, menetragonal tajam ke pangkal yang mengggubang, bila muda berwarna hijau setelah tua menjadi coklat.

B. asiatica banyak tumbuh di papuma di sekitar cafepapuma dan area camping ground. Buah sering terlihat mengapung sepanjang pantai. Mereka mengapung dan dapat tumbuh setelah menempuh perjalanan yang jauh. Bunga terbuka setelah matahari tenggelam dan rontok menjelang pagi, sehingga hanya terbuka satu malam saja. Penyerbukan kemungkinan dilakukan oleh ngengat besar. Barringtonia asiatica merupakan jenis litoral yang hampir ekslusif, pada beberapa daerah pohonnya dapat tumbuh jauh ke daratan pada bukit atau jurang berkapur, biasanya tumbuh pada pantai berpasir atau dataran koral-pasir, di sepanjang pantai atau rawa mangrove pada ketinggian 0-350 m di atas permukaan laut.

Di Indonesia, Filipina dan Indo-Cina, buah atau biji dipakai untuk racun ikan, sedangkan di Kepulauan Bismarck, biji segar diparut dan dibubuhkan langsung pada pegal-pegal. Biji yang kering dihaluskan, dicampur air dan diminum untuk batuk, flu, sakit dan radang tenggorokkan. Dibubuhkan secara eksternal pada luka atau limpa yang bengkak setelah terserang malaria. Di Australia, suku Aborigin menggunakannya untuk racun ikan dan kadang-kadang meredakan sakit kepala. Di Indo-Cina buah yang muda dimakan sebagai sayur setelah dimasak lama. Ditanam sebagai pohon peneduh di sepanjang jalanan utama sepanjang laut.

Jenis ini seringkali dikelirukan dengan Terminalia catappa atau Fagraea crenulata. Meskipun demikian, B.asiatica memiliki daun yang lebih berdaging, lebih mengkilat dan ujung yang lebih runcing dibandingkan dengan T.catappa. F. crenulata memiliki daun yang tumbuh berpasangan serta memiliki duri di sepanjang batangnya.


POHON PERDAMAIAN


DUA pohon keben tumbuh subur di halaman Bangsal Ponconiti, dekat regol barat Sri Manganti, Keraton Yogyakarta. Daun-daunnya rapat membentuk struktur tiara setinggi 15 meter. Maka, pohon pelambang pengayom kebenaran itu memberikan suasana sejuk dan berwibawa di halaman bangsal pengadilan keraton itu. Kini, jenis pohon istana itu memperoleh gelar baru. Presiden Soeharto sendiri yang menobatkan tumbuhan itu, 5 Juni lalu, sebagai pohon perdamaian. Dan bertepatan dengan Hari Lingkungan Hidup sedunia itu, Presiden menanam sebatang pohon perdamaian ini di halaman Istana Negara, Jakarta. Penetapan pohon keben sebagai simbol perdamaian sesuai dengan anjuran Badan Lingkungan Hidup PBB untuk menyerukan perdamaian dunia. Tahun ini memang ditetapkan sebagai tahun "Lingkungan Hidup dan Perdamaian". Indonesia memilih pohon keben, sedangkan Prancis kabarnya, memilih pohon anggur. Sedangkan Jepang menetapkan bunga sakura. Mengapa keben? Nama tumbuhan ini mempunyai makna "ngrungkebi atau merangkul kebenaran". Dalam mitologi Jawa jenis pohon dari suku Lethidaceae ini memang punya makna yang tinggi. "Sebagai lambang eksistensi negara yang agung dan bersih," tutur Drs. Atmadi Bramantio, staf Pusat Penelitian Lingkungan Hidup (PPLH) Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Tak mengherankan bila Sultan Hamengkubuwono I memerintahkan penanaman pohon keramat itu, 230 tahun lalu, di halaman Bangsal Ponconiti. Dalam usia yang hampir dua setengah abad, pohon yang konon diboyong dari hutan sekitar keraton ini masih tetap segar dan produktif. Pohon keben (Barringtonia asiatica Kurz,) memang punya pesona yang khas. Daunnya menggerombol di dekat pucuk ranting, berselang-seling besar kecil. Daun yang besar mencapai panjang 50 cm dan lebar 20 cm. Sekitar dua kali lipat luas daun yang kecil. Lembaran daun tumbuhan yang berhabitat di dataran rendah tropis basah ini berbentuk oval, dengan ujung runcing. Cabang dan ranting horisontal jarang terdapat. Percabangan merata ke semua arah. Daun-daun yang lebar dan rapat serta cabang yang menyebar, tentu, menjanjikan suasana teduh damai di sekitarnya. Yang sedap dipandang adalah bunganya, apalagi dalam jarak cukup jauh. Benang sari menjulur dari rongga di antara empat lembar mahkota bunganya, panjang, bisa mencapai 20 cm. Bagian bawah benang sari itu berwarna putih, bagian atas ungu kemerahan, dan kepala sarinya berwarna kuning cerah. Sepintas, sulur bunga jantan ini tampak seperti rumbai-rumbai yang meriah. Bunga yang mekar di malam hari masih punya pesona lain: menyebarkan bau wangi. Boleh jadi, pesona habitus dan kekayaannya akan perlambang menjadikan tumbuhan yang awet muda ini mampu menyabet gelar terhormat tahun ini. Dalam final, keben berhasil mengalahkan enam jenis pohon lain yang masuk daftar nominasi: pohon bunut kaloja (bodhi), tanjung, sawo kecik, nagasari, kepel, dan beringin putih. Dari sederet pohon ini, menurut Ir. Bambang Poerwono, staf Asisten Menteri Kependudukan dan Lingkungan Hidup (KLH), keben paling dekat dengan simbol perdamaian: mengayomi, berwibawa, dan tak terlalu angker. Pohon keben boleh memiliki banyak perlambang. Tapi, dengan diangkatnya tumbuhan ini sebagai pohon perdamaian, akan meningkat pulakah arti ekonomis dan ekologisnya? Pihak KLH tampaknya belum banyak punya rencana untuk pohon ini. "Untuk tahap awal ini akan dilestarikan dulu dan diintroduksikan ke masyarakat luas," ujar Bamban, yang ikut mengumpulkan calon-calon pohon perdamaian ini. Peningkatan peran tumbuhan itu dalam program konservasi lingkungan dan pengembangan ekonomi, menurut staf KLH ini, tak bisa dilakukan dengan buru-buru. "Informasi ilmiahnya harus dihimpun dulu," tambahnya. Nah, informasi yang misalnya menyangkut laju pertumbuhan, kemampuan adaptasi, hubungan dengan hamapenyakit tanaman, atau pengaruhnya terhadap sifat fisika-kimia tanah - tampaknya belum banyak tersedia. Maka, KLH pun belum berani jauh-jauh menyiapkan program buat keben. Walau demikian, sudah terbukti, banyak pihak memperoleh manfaat langsung dari tumbuhan yang gemar hidup di tanah berpasir ini. Biji buah keben mengandung 3% minyak campuran yang terdiri dari Olein, Palmitin, dan Stearin. Oleh penduduk Ternate minyak ini digunakan sebagai bahan bakar lampu. Ekstraksi daunnya, kabarnya, bisa untuk menyembuhkan penyakit kulit. Dan perasan buah pohon itu mengandung senyawa beracun, yang bisa digunakan membuat ikan teler. Oleh sebab itu, sering digunakan sebagai tuba untuk menangkap ikan di sungai. Di Singapura dan Filipina, pohon ini mudah ditemukan di sepanjang jalan sekitar pantai, untuk peneduh jalan. Tajuknya yang lebar, rapat, dan tebal cocok untuk fungsi itu. Bibit keben tak terlalu sulit dicari di Indonesia. Hutan-hutan pesisir, di sekitar daerah tropis Asia-Pasifik, boleh dibilang senantiasa siap menyediakan bibit plasma nutfah itu. Kalaupun selama ini tumbuhan itu kurang populer, harap dimaklumi, keben belum masuk dalam daftar tanaman budi daya yang penting. Dalam waktu dekat ini, barangkali, keben akan mudah ditemukan. Namun, masih sulit diramalkan, adakah tumbuhan yang dalam habitat aslinya sering bertetangga dengan pohon nipah, ketapang, kelapa, dan pandan ini akan sepopuler lamtorogung, misalnya. Fungsi ekologis memang sering tak dipahami jika tak berkaitan dengan urusan dapur (Sumber http://majalah.tempointeraktif.com/i...35314.id.html#)

Baca Juga:
1. Pohon Sawo Kecik
2. Pohon Kepel
3. Pohon Kawis
4.Pohon Nagasari