Thursday, December 22, 2011

MANUK (BURUNG) BIDO

Klik..klik..klik suara itu mungkin sangat familier ditelinga penduduk desa di lereng Merapi Yogyakarta. Namun suara yang berasal dari burung Elang Bido ini, sekarang belum diketahui nasibnya setelah Merapi memporak-porandakan hutan-hutan dalam radius 10 – 20 km dari puncak. Dahulu Elang Bido ini sering terlihat melakukan soaring sampai ke pedusunan di sekitar Sleman Barat sekitar 30 km dari puncak Merapi. Hanya saja Elang Bido berbeda dengan Alap-Alap yang kadang terlihat sampai menyambar anak ayam kampung yang lengah ketika melakukan soaring di atas perkampungan penduduk.Mungkin hal ini karena postur Alap-Alap lebih kecil dibanding Elang Bido, sehingga memudahkan melakukan penyusupan dan pengintaian di atas perkampungan penduduk.

Elang Bido ini juga dikenal juga sebagai Crested Serpent Eagle atau CSE oleh sebagian pecinta burung pemangsa. Berukuran sedang 50-74 cm, Rentang sayap 109-169 cm dan berat badan 420-1800 gram, berwarna gelap. Sayap sangat lebar membulat, ekor pendek dan menekuk ke atas (seperti elang jawa) dan ke depan, membentuk huruf C yang terlihat membusur.

Dewasa: tubuh bagian atas coklat abu-abu gelap, tubuh bagian bawah coklat. Perut, sisi tubuh, dan lambungnya berbintik-bintik putih, terdapat garis abu-abu lebar di tengah garis-garis hitam pada ekor. Jambulnya pendek dan lebar, berwarna hitam dan putih. Ciri khasnya adalah kulit kuning tanpa bulu di antara mata dan paruh. Pada waktu terbang, terlihat garis putih lebar pada ekor dan garis putih pad pinggir belakang sayap. Ras Kalimantan berwarna lebih pucat dan coklat. Remaja: mirip dewasa, tetapi lebih coklat dan lebih banyak warna putih pada bulu.Iris kuning, paruh coklat-abu-abu, kaki kuning. Ada yang mengatakan bahwa kulit kaki dari elang ini mempunyai kekebalan terhadap bisa ular, karena itulah elang ini di sebut elang ular karena mempunyai kekebalan terhadap bisa ular.
Status konservasi Risiko Rendah

Klasifikasi ilmiah
Kerajaan:Animalia
Filum: Chordata
Kelas: Aves
Ordo: Accipitriformes
Famili: Accipitridae
Genus: Spilornis
Spesies:S. cheela
Nama binomial Spilornis cheela

Suara:
Sangat ribut, melayang-layang di atas hutan, mengeluarkan syara nyaring dan lengking “kiu-liu”, “kwiiik-kwi”, atau “ke-liik-liik” yang khas, dengan tekanan pad dua nada terakhir, dan “kokokoko” yang lembut.

Penyebaran :
Di Dunia: S.c.cheela Himalaya dan India bagian utara ke Assam. S.c. Melanotis di India bagian selatan. S.c. spilogaster Sri Lanka, S.c. burmacus Assam bagian tenggara, Myanmar, Thailand dan Indocina. S.c.ricketti Selatan dan Tenggra bagian cina dan Vietnam bagian utara. S.c. hoya Taiwan. S.c.rutherfordhi Kepulauan Hainan. S.c.davisoni Kepulauan Andaman(berbeda dengan Spilornis elgini). S.c. batu Sumatera Selatan, Batu. S.c. palawanensis Philipina bagian timur(Kepulauan Calamian, Palawan, Balabac). S.c. malayensis Tenasserim selatan melalui Malay peninsula, Sumatera bagian utara. S.c. pallidus Borneo bagian utara. S.c. richmondi Borneo bagian selatan dan S.c. bido Jawa dan Bali.( Ferguson-Less,J. And D. A. Christie. 2001)

Di Indonesia; Kepulauan Batu, Sumatera, Riau, Kepulauan Lingga, Kalimantan, Jawa, Bawean, Panitan dan Bali. Terdapat di seluruh Sunda Besar dan mungkin merupakan elang yang paling umum di daerah berhutan. Habitatnya adalah hutan, tepi hutan, perkebunan, sub-urban.sampai pada ketinggian 1.900m.

Kebiasaan:
Sering terlihat terbang melingkar di atas hutan dan perkebunan, antar pasangan sering saling memanggil. Pada saat bercumbu, pasangan memperlihatkan gerakan aerobatik yang menakjubkan walaupun biasanya tidak terlalu gesit. Sering bertengger pada dahan yang besar di hutan yang teduh sambil mengamati permukaan tanah di bawahnya.

Makanan:
Makanan utama dari elang ular adalah Ular-ular kecil, katak, burung-burung kecil sampai ke mamalia kecil seperti tikus atau kelinci yang mempunyai ukuran yang kecil.

Perkembangbiakan:
Sarang di hutan yang rapat tersusun dari ranting berlapis dedaunan. Telur 1-2 berwarna putih suram dengan bercak kemerahan. Berbiak setiap waktu sepanjang tahun.