Penulis kali ini mencoba menerangkan perbedaan buah Pakel (Bacang) dengan Kweni, yang keduanya merupakan keluarga mangga-manggaan. Alasan saya menulis ini karena kedua pohon dan beserta buahnya mirip satu sama lainnya, serta yang terakhir alasannya karena kedua pohon ini “hampIr punah” (baca: jarang ditemui), tergusur oleh saudaranya yang lebih manis dan menarik yaitu Mangga. Orang lebih suka menanam pohon Mangga karena lebih bernilai ekonomis dibanding Kweni maupun Pakel.
Saat ini kalau kita berkunjung ke kawasan kraton Yogyakarta masih dapat kita jumpai Alun-alun yang dibatasi oleh pohon Pakel dan Kuweni (keduanya adalah jenis mangga). Ada yang menarik dari kedua jenis pohon ini, terutama jika dipandang dari sudut budaya Jawa. Dalam filosofi mikrokosmos orang Jawa, khususnya yang dianut oleh Kraton Ngayogyakarto Hadiningrat, Pakel sama artinya dengan akil-balik, yang melambangkan kedewasaan. Dan Kuweni diambil dari kata ‘wani’ yang berarti berani. Pohon Pakel dan Kweni terdapat di lapisan luar dari mikrokosmos kraton Yogyakarta, sedangkan Pohon Pelem (Mangga) terdapat di lapisan ketiga. Pada lapisan ini terdapat Pelataran Kemandungan Utara dan Pelataran Kemandungan Selatan, yang merupakan ruang transisi menuju pusat. Kemandungan itu sendiri berasal dari kata “ngandung” yang berarti kehamilan, sedangkan Pelem (Mangga) berasal dari kata “gelem”, berarti mau saling pengertian.
Sebetulnya seperti apakah Pakel dan Kweni ini, marilah kita kupas satu persatu kedua buah yang sudah mulai langka ini.
PAKEL / BACANG
Bacang adalah nama sejenis pohon buah yang masih sekerabat dengan mangga. Orang sering menyebut buahnya sebagai bacang, ambacang (Min.), embacang atau mangga bacang dan orang sunda menyebutnya limus, daging buahnya agak gatal karena getahnya. Juga dikenal dengan aneka nama daerah seperti limus (Sd.), asam hambawang (Banjar), macang atau machang (Malaysia), maa chang, ma chae atau ma mut (Thailand), la mot (Myanmar) dll. Dalam bahasa Inggris disebut bachang atau horse mango, sementara nama ilmiahnya adalah Mangifera foetida.
Bacang berkerabat dekat dan kadang-kadang dikelirukan dengan kuweni, yang belakangan ini memiliki rasa dan keharuman yang lebih halus, sehingga banyak disukai orang. Buah Pakel seratnya lebih kasar jika dibanding dengan buah Kweni, apalagi dibanding buah Mangga kalah jauh. Selain itu kulit buah Pakel lebih tebal daripada buah Kweni.
Di Kalimantan juga dikenal kerabat dekatnya yang disebut asam payang (Mangifera pajang). Jenis endemik Kalimantan ini berbuah lebih besar, berkulit lebih tebal, manis asam, dan baunya tidak begitu menyengat.
Klasifikasi ilmiah
Kerajaan: Plantae
Filum: Magnoliophyta
Kelas: Magnoliopsida
Ordo: Sapindales
Famili: Anacardiaceae
Genus: Mangifera
Spesies: M. foetida
Nama binomial
Mangifera foetida
Pohon Pakel ini termasuk pohon besar berbatang lurus, dapat mencapai 30-35 m. Kulit kayunya coklat sampai coklat kelabu tua, memecah beralur dangkal. Bila dilukai (semua bagian tanaman) mengeluarkan getah bening kelabu keputihan, yang lama-lama menjadi kemerahan dan menghitam. Getah ini tajam, gatal dan dapat melukai kulit (terutama selaput lendir). Tidak memiliki banir (akar papan).
Daun agak kaku dan serupa kulit, bertangkai panjang kaku 1,5 – 8 cm, lembar daun kurang lebih berbentuk jorong memanjang, 9-15 × 15-40 cm, gundul dan hijau tua.
Perbungaan dalam malai agak di ujung, tegak bercabang-cabang, seperti piramida, 10-40 cm panjangnya, merah tua sampai merah tembaga. Bunga lebat kecil-kecil, berbilangan 5; kelopak 4-5 mm, bundar telur terbalik; mahkota 6-9 mm, lanset menyempit, merah jambu sampai kuning pucat di ujung.
Buah batu lonjong bulat telur atau hampir bulat, 7-12 × 9-16 cm, berkulit tebal dan gundul, hijau sampai kekuning-kuningan, kusam, dengan bintik-bintik lentisel yang berwarna kecoklatan. Daging buah jika masak berwarna kuning-jingga pucat sampai kuning, berserat, asam manis rasanya dan banyak mengandung sari buah, harum menyengat agak seperti terpentin.
Manfaat
Bacang terutama ditanam untuk buahnya, yang biasa dimakan dalam keadaan segar jika masak. Wanginya yang khas menjadikan buah ini digemari sebagai campuran minuman atau es, meski masih kalah kualitas jika dibandingkan dengan kuweni (Mangifera odorata).
Getah bacang yang gatal juga terdapat pada buahnya; akan tetapi jika masak, getah ini terbatas berada hanya pada kulitnya. Dengan demikian buah bacang perlu dikupas agak tebal, supaya getah itu tidak melukai mulut dan bibir dan menyebabkan bengkak-bengkak. Buah bacang yang muda biasanya direndam dalam air garam, sesudah dikupas dan dipotong-potong, agar dapat dijadikan rujak atau asinan. Buah yang warna kulitnya, hijau, kuning, berbintik hitam ini, yang masih muda kerap digunakan sebagai campuran dalam membuat sambal, atau yang separo masak biasa dibuat campuran rujak, dan apabila sudah masak daging buahnya berwarna kuning dengan aroma harum yang khas dan getahnya agak berkurang, akan tetapi daging buah bacang sangat berserat, mungkin itu sebabnya wanginya bacang jadi kurang diminati.Di Kalimantan Timur, bacang juga kerap digunakan sebagai asam dalam membuat sambal.
Kayu bacang tidak begitu baik kualitasnya, namun kadang-kadang dimanfaatkan dalam konstruksi ringan di dalam rumah. Daunnya dapat digunakan sebagai penurun demam, dan bijinya untuk mengobati penyakit jamur, kudis dan eksim. Getahnya untuk memperdalam gambar tato tradisional.
KWENI
Kuweni atau kuwini (Mangifera × odorata Griffith) adalah sejenis mangga-manggaan yang masih berkerabat dekat dengan bacang. Tumbuhan ini memiliki buah yang harum dan daging buah yang lembut. Konsistensi daging buah kuweni lebih padat daripada bacang dan seratnya lebih halus. Karakternya berada di antara mangga dan bacang, dan para ahli juga menganggapnya sebagai hibrida antarspesifik alami antara mangga dan bacang.
Buah ini dikenal dengan nama-nama yang serupa di pelbagai bahasa daerah: kweni, asam membacang, macang, lekup (Mly.); kuwini, ambacang, embacang, lakuik (Mink.); kuweni, kebembem (Btw.); kaweni, kawini, bembem (Sd.); kaweni, kuweni, kweni (Jw.); kabeni, beni, bine, pao kabine (Md.), pao kaeni (P. Sapudi); kweni, weni (Bal.); mangga kuini (Sulut); kuini, guin, koini, kowini, koine, guawe stinki, sitingki, hitingki (aneka sebutan di Maluku), dan lain-lain.
Di Sabah ia disebut huani atau wani, sedangkan di Filipina dinamai huani, uani atau juani.
Klasifikasi ilmiah
Kerajaan: Plantae
Filum: Magnoliophyta
Kelas: Magnoliopsida
Ordo: Sapindales
Famili: Anacardiaceae
Genus: Mangifera
Spesies: M. × odorata
(M. indica × M. foetida)
Nama binomial
Mangifera × odorata
Pohon berukuran sedang, dengan tinggi antara 10-15 (jarang hingga 20) m. Berbatang lurus dengan tajuk bundar atau bundar telur melebar. Seluruh bagian tanaman, apabila dilukai, akan mengeluarkan getah berbau terpentin, yang mula-mula bening namun lama kelamaan akan menjadi coklat kehitaman. Getah ini bersifat menggatalkan bila terkena kulit.
Daun tunggal tersebar, bentuk lonjong sampai lanset, 12-35 x 4-10 cm, dengan ujung daun meluncip pendek, bertangkai 3-7 cm yang pangkalnya menggembung. Helai daun menjangat, dengan urat-urat daun yang tampak jelas terutama di sisi bawah.
Karangan bunga dalam malai serupa piramida di ujung ranting, 15-50 cm panjangnya, dengan banyak kuntum bunga kecil-kecil. Bunga berbilangan 5 (-6), dengan diameter sekitar 6 mm, berbau harum. Kelopak bundar telur, merah coklat atau kehijauan, 3-4 mm panjangnya; daun mahkota bentuk lanset, 5-6 x 1,2-2 mm, dengan pangkal kekuningan dan ujung merah jambu pucat. Tangkai sari panjangnya sekitar 5 mm dan tangkai putik 3-5 mm.
Buah batu berbentuk lonjong-jorong miring, lk. 10-13 x 6-9 cm, kulitnya berwarna hijau sampai kekuningan, dengan bintik-bintik lentisel berwarna kecoklatan yang jarang-jarang. Kulit buah agak tebal, 3-4 mm, dengan daging berwarna kuning sampai agak jingga, manis-asam, berserat, mengandung banyak sari buah. Bau harum agak seperti terpentin, mirip bau buah bacang. Meski hampir serupa, buah kuweni agak mudah dibedakan dari bacang yang lebih bulat dan berkulit lebih keras dan tebal, dengan banyak bintik lentisel berjarak agak rapat.
Manfaat
Sebagaimana Mangga, Kuweni juga populer sebagai tanaman pekarangan. Pohon ini ditanam terutama untuk diambil buahnya, yang disukai orang karena keharumannya. Buah ini, manakala masak, dimakan sebagai buah meja atau dijadikan campuran minuman. Mutu buah Kuweni bervariasi bergantung pada kultivarnya, yang dianggap paling baik ialah yang baunya tak begitu menyengat, manis, dengan daging yang tak begitu berserat dan banyak sari buahnya.
Inti bijinya ditumbuk untuk dijadikan tepung, sebagai bahan pembuatan makanan sejenis dodol. Kulit batang kuweni digunakan sebagai bahan obat tradisional.
Seperti halnya bacang buah inipun sering dijadikan bahan pembuat rujak, asinan dan manisan, buah kweni inipun sudah hampir dilupakan orang, sudah tidak ada lagi orang menjualnya.
Masih banyak lagi buah-buahan asli Indonesia yang kini nyaris dilupakan orang, jauh sebelum banjirnya buah infort di Indonesia, buah-buahan tersebut memang sudah sulit dicari dipasar, terlebih dengan banjirnya buah infort tersebut dengan harga yang terjangkau banyak orang, membuat buah-buahan tersebut tersingkirkan, sama sekali hilang dari pasaran.
Diantaranya yang saya sebutkan diatas, sekalipun ketika sudah masak, rasanya manis dan harum, namun karena daging buahnya yang berserat, terlebih lagi bacang sehingga kurang diminati, tapi andai ada niat, buah tersebut bisa disiasati, dipasarkan dalam bentuk sirup atau sari buah.
Bagi pemilik modal, sirup atau sari buah ini rasanya cukup menjanjikan, punya nilai ekonomis tinggi. Mendapat keuntungan sekaligus melestarikan buah asli Indonesia dari kepunahan, jangan sampai anak cucu cuma kenal nama, tanpa kenal rupa.